Mengurus perceraian korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pengadilan melibatkan beberapa langkah dan persyaratan yang perlu dipenuhi. Berikut adalah cara dan syarat yang umum digunakan:

 

“ Cara mengurus gugatan perceraian untuk korban KDRT diajukan ke Pengadilan Agama untuk bergama Islam atau ke Pengadilan Negeri untuk perkawinan beragama Non Islam (Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan salah satu alasan yang dapat digunakan untuk mengurus perceraian di Pengadilan.

Jika merujuk pada ketentuan Pasal 19 PP No. 9/1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan atau pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), maka terdapat 2 (dua) pasal yang sering digunakan oleh pihak Penggugat dalam mengajukan gugatan perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga, yaitu:

(d.) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, atau

Jika pihak Penggugat memiliki bukti kuat yang dimana Tergugat melakukan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), maka pihak Penggugat dapat menggunakan dasar hukum Pasal 19 huruf (d) PP No. 9/1975 dan/atau Pasal 116 huruf (d) KHI.

Bagaimana jika bukti KDRT Tidak Dimiliki, Namun Pihak Isteri tetap Ingin Bercerai ?

Jika pihak Penggugat sulit membuktikan adanya kekerasan dalam rumah tangga atau bukti yang dimiliki hilang/ terhapus, maka pihak Penggugat dapat memakai alasan lain dalam mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan, yaitu alasan “pertengkaran terus menerus” yang diatur dalam Pasal 19 huruf (f) PP No. 9/1975 dan/atau Pasal 116 huruf (f) KHI yang berbunyi perceraian dapat terjadi dikarenakan :

(f.) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Bila KDRT terebut terjadi diawali karena pertengkaran atau pertengkaran menyebabkan KDRT, maka alasan “pertengkaran terus menerus” ini dapat menjadi alternatif alasan korban KDRT mengurus perceraian di Pengadilan.

1. Tentukan Pengadilan yang Berwenang

  • Pengadilan Agama atau Negeri: Jika Anda menikah di luar negeri dan bukti perkawinan belum dilaporkan, Anda mungkin perlu mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Jika Anda menikah di Indonesia dan bertempat tinggal di luar negeri, Anda mungkin perlu mengajukan gugatan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal Anda.

2. Siapkan Dokumen yang Diperlukan

  • Dokumen yang Diperlukan:
    • KTP Penggugat
    • Alamat Lengkap Tergugat
    • Buku Nikah (Islam) atau Akta Kawin Dukcapil (Non Muslim)
    • Akta Lahir Anak (Jika Meminta Hak asuh Anak);
    • Siapkan 2 (dua) orang saksi;
    • Bukti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), seperti:
      • Dokumen yang menunjukkan kekerasan fisik, emosional, psikologis, seksual, sosial, atau finansial.
      • Bukti penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain
      • Surat Gugatan Cerai Berisi Alasan-Alasan Perceraian;

3. Pengajuan Gugatan Cerai

  • Mengajukan Gugatan: Setelah semua dokumen siap, ajukan gugatan cerai ke Pengadilan yang telah ditentukan. Pastikan Anda memenuhi semua persyaratan yang diperlukan, seperti bukti perkawinan yang sah dan alasan yang diakui secara hukum di Indonesia.

4. Pemanggilan Pihak Berperkara

  • Pemanggilan Pihak: Pengadilan berkewajiban memanggil pihak berperkara, baik penggugat maupun tergugat, di tempat tinggal mereka. Pemanggilan ini dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti sebagai pejabat yang mendapat otoritas berdasarkan Undang-Undang.

6. Penerbitan Akta Cerai

  • Setelah Sidang: Setelah proses pengajuan gugatan cerai selesai di Pengadilan, tahap selanjutnya adalah mengurus penerbitan akta cerai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sesuai domisili KTP para pihak. Dokumen yang diperlukan antara lain:
    • KTP suami dan isteri
    • Surat pengantar dari kepaniteraan pengadilan
    • Putusan Pengadilan Negeri
    • Kartu Keluarga
    • Akta Perkawinan

Laporan Polisi Untuk Korban KDRT

Selain mengurus perceraian, pihak korban (isteri) dapat melaporkan tindak pidana KDRT dalam bentuk fisik yang dilakukan oleh suaminya dengan dasar hukum Pasal 5 huruf (a) Jo. Pasal 44 Ayat (1) UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga :

“ Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

 

Aisah & Partners Law Firm

Konsultasi dengan pengacara mengurus perceraian korban KDRT di Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.

Telepon/ WhatsApp  0877- 5777-1108 atau

 Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

 

Call Now
WhatsApp