Aturan Hak Asuh Anak di Pengadilan Agama
Jika merujuk pada ketentuan yang berlaku di Pengadilan Agama khususnya Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan hak asuh anak/ hadhanah yang masih berusia dibawah 12 (dua belas tahun) / belum mumayyiz akan jatuh kepada ibu anak, kecuali anak diatas 12 (dua belas tahun), maka anak diberikan hak untuk memilih ikut ibu atau ayahnya dengan hadir langsung di pengadilan untuk ditanya.
Oleh karena ukuran utama dari hakim di pengadilan adalah umur anak untuk memutus hak asuh anak, maka potensi pemberian hak asuh anak akan selalu ke ibu dari anak.
Apakah Anak Harus Beralih Ke Ibu Anak Setelah Putusan Pengadilan ?
Setiap pihak yang berperkara di pengadilan dan dianggap kalah memiliki kewajiban untuk melaksanakan isi putusan. Oleh karena itu, dalam putusan pengadilan terkait hak asuh anak biasanya pihak yang kalah diberi perintah yaitu “agar menyerahkan anak secara sukarela”.
Oleh karena itu, jika terdapat pihak yang tidak melaksanakan isi putusan, umumnya pihak yang menang akan mengajukan permohonan eksekusi dan diikuti dengan pemanggilan oleh para pihak agar terlebih dahulu dapat menjalankan isi putusan secara sukarela.
Jika pihak yang kalah tidak menjalankan isi putusan, maka pengadilan akan melakukan tindakan eksekusi.
Akan tetapi, eksekusi anak berbeda dengan eksekusi lainnya sehingga tidak bisa dilaksanakan serta merta, namun harus dijalankan dengan tetap melihat kepentingan anak dan penuh dengan prinsip kehati-hatian.
Jika merujuk pada ketentuan terbaru yaitu SEMA No. 1 Tahun 2022 khusus poin c rumusan hukum kamar Agama di poin 5 b disebutkan :
” Dalam pelaksanaan eksekusi hak asuh anak, jika anak tidak bersedia ikut Pemohon Eksekusi maka eksekusi dianggap non-executable, sedangkan jika anak tidak ditemukan, maka dapat ditunda sebanyak 2 (dua) kali dan apabila tidak juga ditemukan maka eksekusi dianggap non-executable.”
Jika merujuk pada ketentuan diatas, maka eksekusi terhadap hak asuh anak dapat tidak terlaksana atau tidak dapat dilaksanakan (non executable) apabila :
- Pada saat eksekusi anak, anak tidak bersedia untuk dieksekusi; dan
- Pada saat eksekusi anak, anak tidak ditemukan yang dimana telah ditunda 2 (dua) kali.
Dengan demikan, terkait pertanyaan diatas, jika merujuk pada SEMA No. 1 Tahun 2022, putusan hak asuh anak tidak dapat dilaksanakan sepanjang putusan pengadilan terkait hak asuh anak dinyatakan non executable.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait eksekusi hak asuh anak non-executable di Pengadilan Agama:
- Ketentuan Hukum:
- Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI): Menyatakan bahwa hak asuh anak yang masih berusia dibawah 12 tahun akan jatuh kepada ibu anak, kecuali anak di atas 12 tahun, maka anak diberikan hak untuk memilih ikut ibu atau ayahnya dengan hadir langsung di pengadilan untuk ditanya.
- Penetapan Non-Executable:
- Jika anak tidak bersedia ikut Pemohon Eksekusi, maka eksekusi hak asuh anak dianggap non-executable. Penetapan non-executable harus didasarkan pada Berita Acara yang dibuat oleh Juru Sita yang diperintahkan untuk melaksanakan eksekusi tersebut.
- Akibat Hukum:
- Dengan penetapan non-executable, eksekusi berhenti setelah adanya penetapan tersebut. Pihak yang tidak puas dengan penetapan non-executable masih dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
- Kewenangan Pengadilan:
- Gugatan hak asuh anak harus diajukan di Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat. Jika anak tidak bersedia ikut Pemohon Eksekusi, maka eksekusi dianggap non-executable dan tidak dapat dilaksanakan
Aisah & Partners Law Firm
Konsultasi dengan pengacara terkait eksekusi hak asuh anak pasca putusan pengadilan :
Telepon/ WhatsApp 0877- 5777-1108 atau
Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com