Pertanyaan:

Saya menikah secara Agama Buddha  di Vihara. Kebetulan perkawinan kami telah mencapai 19 Tahun dan belum memiliki Anak. dan setelah itu Suami saya Meninggal Sebelum perkawinan kami dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Pertanyaan saya, apakah perkawinan kami masih bisa di catatkan atau diakui sah menurut hukum negara?

Jawaban :

Jawaban kami pastinya bisa.

Sebenarnya pengesahan perkawinan dikenal dengan istilah “itsbat nikah”. Itsbat nikah ini dilakukan oleh orang-orang yang menikah secara islam untuk mengesahkannya melalui mekanisme permohonan ke pengadilan agama. Biasanya permohonan “istbat nikah” ini dilakukan bagi mereka yang telah menikah secara siri.

Adapun dasar hukum melakukan itsbat nikah tersebut adalah :

Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) :

” Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.” 

Bagaimana dengan yang beragama non-muslim, apakah boleh melakukan isbat nikah / pengesahan perkawinan ?

Bagi mereka yang beragama kristen protenstan, katolik, hindu, budha dan konghucu tetap dapat mengajukan  permohonan pengesahan perkawinan, walaupun istilah yang digunakan bukanlah “isbat nikah”.

Dalam praktek peradilan, telah banyak putusan atau ketetapan hakim yang mengabulkan permohonan pengesahan perkawinan untuk yang beragama non-muslim. Namun, pengajuan permohonan pengesahan perkawinan untuk yang beragama non muslim diajukan ke Pengadilan Negeri.

Salah satu contoh kasus yang kami berikan adalah Penetapan No. 623/Pdt.P/2023/PN.Jkt Brt yang dimana hakim pengadilan Negeri Tangerang mengabulkan permohonan pengesahan perkawinan dari seorang perempuan beragama Buddha yang di tinggal suaminya (almarhum). Mereka menikah secara Agama Buddha pada tahun 2004. Namun, sampai suaminya meninggal di tahun 2022, perkawinan mereka belum di catatkan di kantor catatan sipil.

Adapun bunyi putusan hakim ketika itu adalah sebagai berikut :

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon
  2. Menetapkan perkawinan Pemohon  dengan Alm  yang telah dilaksanakan secara agama Buddha pada tanggal 18 Januari 2004 adalah sah menurut hukum;
  3. Memerintahkan Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Jakarta Barat tempat dilaksanakannya perkawinan secara agama tersebut, untuk mencatat pada register yang bersangkutan serta menerbitkan Kutipan Akta Perkawinannya segera setelah diperlihatkan salinan penetapan ini oleh Pemohon;
  4. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Pemohon sejumlah Rp222.700,00 (dua ratus dua puluh dua ribu tujuh ratus rupiah)

Dengan adanya contoh diatas, maka anda memiliki hak untuk mengajukan permohonan penetapan pengesahan perkawinan ke pengadilan negeri.

Selain itu, hal-hal lain yang perlu di perhatikan adalah :

  1. Permohonan pengesahan perkawinan diajukan secara tertulis ke Pengadilan Negeri dengan membayar biaya administrasi permohonan,
  2. Permohonan pengesahan perkawinan dapat diajukan sendiri atau diwakili oleh pengacara (kuasa hukum),
  3. Permohonan pengesahan perkawinan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan domisili Pemohon. Contoh, Pemohon tinggal di Jakarta Utara, maka permohonan pengesahan perkawinan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
  4. Pemohon wajib hadir langsung ke pengadilan apabila hakim membutuhkan. Apabila tidak, dapat diwakili oleh pengacara (kuasa hukum).

Pengesahan perkawinan bagi non-Muslim di Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa proses dan memiliki beberapa syarat. Berikut adalah beberapa poin penting terkait pengesahan perkawinan bagi non-Muslim:

  1. Syarat Pengesahan Perkawinan di Pengadilan
    • Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam pengajukan permohonan pengesahan perkawinan ke Pengadilan Negeri, yaitu :
      1. KTP Pemohon,
      2. KTP Pasangan apabila masih hidup,
      3. Kartu Keluarga (KK),
      4. Akta Kelahiran Anak,
      5. Surat keterangan dari Pemuka agama ditempat anda dulu menikah,
      6. Kutipan Akta Kematian apabila pasangan telah meninggal dunia,
      7. Menyaipkan 2 (dua) orang saksi yang mengetahui adanya perkawinan anda dahulu dengan pasangan anda.
  2. Lembaga Pencatatan:
    • Pengadilan Negeri: Perkawinan non-Muslim biasanya diajukan ke Pengadilan Negeri untuk pengesahan. Contohnya, dalam kasus Penetapan No. 623/ Pdt P/ 2023/ PN Jkt Brt, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengabulkan permohonan pengesahan perkawinan seorang perempuan Buddha yang telah menikah secara Agama Buddha selama 19 tahun sebelumnya.
  3. Dasar Hukum:
    • Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI): Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. Namun, bagi non-Muslim, pengajuan permohonan pengesahan perkawinan diajukan ke Pengadilan Negeri
  4. Pengaturan Perkawinan Beda Agama:
    • Kantor Catatan Sipil (KCS): Jika perkawinan dilakukan antara pasangan non-Islam, maka pencatatannya dilakukan di Kantor Catatan Sipil. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  5. Status Perkawinan:
    • Sah Menurut Hukum: Perkawinan yang dilakukan secara sah menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan akan diakui sah menurut hukum negara. Misalnya, perkawinan Buddha yang dilakukan secara sah akan diakui sah oleh hukum negara Indonesia.

 

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai pengajuan permohonan pengesahan perkawinan di pengadilan negeri, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108  atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

 

Call Now
WhatsApp