Setiap manusia pada akhirnya akan meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Tidak ada yang tahu usia seseorang, karena ajal dapat menjemput kapanpun dan dimanapun kita berada. Ketika seseorang pergi untuk selamanya, maka seluruh harta bendanya baik hak maupun kewajibannya akan langsung menjadi waris yang pembagiannya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sering kali hal ini menjadi sengketa waris di kemudian hari.

Berbicara tentang waris memang masih dianggap tabu bagi sebagian besar masyarakat. Ingin rasanya membahas soal waris tapi khawatir akan dianggap tamak ataupun tidak elok oleh keluarga. Bahkan pembahasan waris dapat menyebabkan keretakan hubungan di antara sesama anggota keluarga. Padahal waris akan selalu melekat dalam kehidupan manusia karena kematian adalah suatu keniscayaan yang pasti terjadi.

Situasi dapat menjadi buruk apabila ada salah satu atau sebagian ahli waris yang merasa tidak adil dalam pembagian harta waris. Belum lagi jika ada yang merasa harta waris disembunyikan atau dikuasai oleh ahli waris lainnya. Jika sudah begini pembahasan waris identik dengan masalah yang berujung sengketa di pengadilan. Hal sensitif lainya dalam membahas waris adalah saat menentukan siapa yang berhak dan tidak berhak mendapat waris, serta jumlah bagian masing-masing ahli waris.

Penyebab terjadinya konflik keluarga dalam hal waris bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan sehingga ahli waris tidak memahami apa yang menjadi hak atau kewajibannya terhadap harta waris. Kurangnya pengetahuan juga dapat menyebabkan sulitnya mencapai kesepakatan dalam pembagian waris. Apalagi jika harta waris baru akan dibagi setelah melewati beberapa generasi berikutnya, akan menimbulkan kerumitan dalam menetapkan ahli waris yang sah maupun perhitungan bagian-bagiannya.

Menurut Pasal 834 KUHPer

Pasal 834 KUHPer menyatakan bahwa “Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya.”

Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.”

Batas waktu dari terbukanya harta waris, arti terbuka ialah harta waris itu boleh diberikan kepada ahli warisnya (Pasal 830 KUHPer) yaitu 30 tahun sesuai dengan Pasal 835 KUHPer Tuntutan itu menjadi lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung dari hari terbukanya warisan itu” .

Menurut Pasal 188 KHI

Pasal 188 KHI menyatakan bahwa “Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan”.

Perihal hal tersebut kita dapat melakukan musyawarah keluarga terlebih dahulu sebelum melakukan gugatan perdata, meskipun boleh melakukan gugatan. Tetapi alangkah baiknya diselesaikan secara kekeluargaan demi mengurangi permusuhan diantara keluarga. Pasal 183 KHI Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”.

Maka dari itu, setelah mengetahui pembagiannya dan mendapatkan haknya perlu bersepakat secara damai.

 

 

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai Waris di pengadilan negeri dan Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm  melalui  Telepon/ WhatsApp  0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp