Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara perceraian islam atau non muslim di Pengadilan, karena menurut hukum yang berlaku yaitu pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menegaskan setiap harta yang diperoleh selama perkawinan adalah harta bersama (harta gono gini), sehingga ketika terjadi perceraian, maka terhadap harta gono gini (harta bersama) tersebut dapat dilakukan pembagian sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Untuk yang bercerai menurut agama Islam di Pengadilan Agama, pengaturan pembagian harta gono gini (harta bersama) dapat juga dilihat dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai sumber hukum yang diakui negara.
Apabila mengacu pada Pasal 1 huruf f KHI di dalamnya terdapat istilah syirkah yang dapat diartikan sebagai harta kekayaan yang diperoleh selama masa perkawinan baik diperoleh sendiri-sendiri atau diperoleh secara bersama-sama tanpa mempersolahkan asset tersebut terdapat atas nama suami atau isteri. Syirkah inilah yang biasa disebut dengan harta bersama atau harta gono gini.
Dengan demikian sesuai penjelasan diatas, terdapat istilah harta gono gini dalam islam walau dengan mana “syirkah”.
Sesuai ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) KHI, pihak suami dan isteri diberikan hak untuk membuat perjanjian yang tidak bertentangan hukum Islam. Artinya, sebelum melangsungkan perkawinan atau setelah saat perkawinan dilangsungkan antara pasangan suami dan isteri dapat membuat perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan.
Apabila antara pasangan suami isteri yang Bergama Islam tersebut mempunyai perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan, maka tidak ada pembagian terhadap harta bersama/ harta gono gini.
Oleh karena itu syarat utama adanya pembagian harta gono gini dalam islam adalah “antara suami dan isteri tidak pernah membuat perjanjian perkawinan atau perjanjian pra nikah.”
Namun apabila antara suami dan isteri tidak memiliki perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan, maka harta yang diperoleh selama perkawinan (syirkah) wajib dibagi dua, yaitu ½ (seperdua) bagian untuk mantan suami dan ½ (seperdua) bagian untuk mantan isteri.
Adapun dasar hukum pembagian harta gono dalam Islam yaitu Pasal 97 KHI:
“ Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. “
Pembagian Harta Bersama
Dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 96 dan Pasal 97 Kompilasi Hukum dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus baik karena perceraian maupun karena kamatian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separoh dari harta harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Ketentuan tersebut, sejalan dengan Yurisprodensi Mahkamah Agung RI No. 424.K/Sip.1959 bertanggal 9 Desember 1959 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila terjadi perceraian, maka masing-masing pihak (suami istri) mendapat setengah bagian dari harta bersama (gono-gini) mereka.
Apabila pasangan suami istri yang bercerai, kemudian masalah gono-gini atau harta bersamanya dilakukan dengan cara musyawarah atau pedmaian, maka pembagiaannya bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan atau kerelaan di antara mereka berdua. Cara ini sah saja, bahkan ini yang terbaik.
Dengan demikian, pembagian harta gono-gini atau harta bersama dapat ditempu melalui putusan pengadilan agama atau melalui musyawarah. Dalam penyelesaian pembagian harta bersama melalui jalan musyawarah ini, boleh saja mereka sepakat bahwa mantan suami mendapat sepertiga dari harta bersama, sedangkan mantan istri mendapat dua pertiga. Atau sebaliknya, mantan istri mendapat sepertiga, sedangkan mantan suami mendapat dua pertiga. Yang penting, prosentase bagian masing-masing itu, dihasilkan atas dasar muyawarah mufakat dan perdamaian serta tidak ada unsur pemaksaan
Cara melalukan pembagian harta gono gini ?
1. Gugatan pembagian harta gono gini ke pengadilan agama
Jika antara mantan suami dan isteri belum sepakat terkait pembagian harta gono gini, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan pembagian harta gono gini ke Pengadilan Agama.
Nantinya pihak pengadilan agama akan memutus harta-harta mana saja yang masuk kategori harta gono gini dan yang tidak masuk. Demikian juga bagian hak dari mantan suami dan mantan isteri yang akan dibagi dua yaitu ½ (seperdua) untuk mantan suami dan ½ (seperdua) untuk mantan isteri.
2. Perjanjian tertulis berdasarkan kesepakatan bersama
Ketika mantan isteri dan mantan suami sepakat untuk membagi harta gono gini secara baik-baik, maka tidak perlu ke pengadilan, namun cukup membuat perjanjian tertulis lalu setiap pihak sepakat melaksanakan perjanjian tersebut dengan penuh itikat baik.
Adapun isi perjanjian yang dibuat oleh mantan suami dan mantan isteri, yaitu :
- Menentukan harta yang masuk dan tidak masuk harta gono gini;
- Mengatur hak dari pembagian harta gono gini;
- Mengatur teknis penjualan harta gono gini;
- Mengatur mekanisme pembayaran hutang bersama selama perkawinan.
Apakah asset/ harta yang masih kredit / KPR atau dalam jaminan pihak Bank dapat digugat pembagian harta gono gini ?
SEMA No. 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018, Huruf d Rumusan Kamar Agama :
“ Gugatan harta bersama (gono gini) yag objek sengketanya masih diagungkan sebagai jaminan utang atau objek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi kedua dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.”
Dari penjelasan diatas didapat gambaran bila apabila terdapat harta atau aseet masih dalam jaminan atau masih dalam agunan bank /KPR, maka gugatan pembagian harta gono gini wajib ditolak oleh Pengadilan Agama.
Namun apabila para pihak bersepakat secara baik-baik untuk melakukan pelunasan terlebih dahulu atau melakukan over kredit terhadap asset yang masih dalam jaminan hutang tersebut lalu setelah itu sisa dari keuntungan dibagi sama rata antara matan suami dan mantan isteri, hal tersebut tetap dibenarkan, karena didasarkan pada kesepakatan bersama.
Apakah asset/ harta warisan atau pemberian (hibah) dari orang tua/ keluarga juga termasuk harta gono gini ?
Pasal 35 ayat (2) UU No. 1 Tahun tentang perkawinan menyatakan bila asset/ harta yang diperoleh dari hadiah (hibah) atau warisan dari keluarga, maka terhadap harta tersebut disebut sebagai “harta bawaan” yang tidak masuk dalam kategori yang dapat dibagi pembagian harta gono gini, kecuali para pihak memiliki perjanjian yang menyatakan harta tersebut bagian dari harta gono gini.
menyatakan harta bawaan (harta yang diperoleh sebelum perkawinan) dari masing-masing suami dan isteri, dan harta benda yang sebagai hadiah (hibah) atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Cara dan syarat mengajukan gugatan pembagian harta gono gini ke Pengadilan Agama ?
Adapun syarat untuk mengajukan gugatan pembagian harta goni gini ke pengadilan agama, yaitu :
- KTP Penggugat;
- Alamat lengkap Tergugat;
- Putusan Cerai;
- Akta Cerai;
- Bukti kepemilikan asset/ harta atau seditak-tidaknya data asset dengan benar;
- Siapkan 2 (dua) orang saksi;
- Surat gugatan pembagina harta gono gini yang dibuat secara tertulis.
Bila ingin berkonsultasi terkait terkait cara mengurus gugatan pembagian harta gono gini dalam islam di pengadilan agama, Aisah & Partners Law Firm hadir untuk membantu Anda dengan layanan konsultasi pengacara yang profesional dan terpercaya silahkan hubungi kami melalui Telepon/ WhatsApp 0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com