Sebelum menjawab boleh atau tidaknya istri menggugat cerai suaminya secara diam-diam, terlebih dulu kami informasikan bahwa masalah perceraian di Indonesia secara umum diatur dalam UU PerkawinanPP 9/1975, dan KHI (khusus untuk pasangan yang beragama Islam).

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan UU Perkawinan

Jika didasarkan pada UU Perkawinan, diterangkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak

Kemudian, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri

Adapun, alasan-alasan yang dapat menjadi penyebab perceraian adalah sebagai berikut.[3]

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
  6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Menggugat cerai dengan cara diam-diam sebenarnya tidak diperbolehkan secara hukum, kecuali ibu sebagai isteri benar-benar tidak mengetahui alamat suami saat ini.

Sebagai contoh, apabila suami ibu meninggalkan rumah tanpa kabar yang membuat ibu tidak mengetahui keberadaannya saat ini, maka pengajuan gugatan cerai masih dimungkinakan untuk dilakukan secara hukum. Akan tetapi, bila pengajukan gugatan cerai dilakukan dengan pura-pura tidak mengetahui keberadaan atau alamat tempat tinggalnya, padahal faktanya mengetahui keberadaan dan alamat tempat tinggalnya saat ini, maka hal ini tidak dibenarkan oleh hukum.

Oleh karena itu, kami menyarankan apabila ibu sebagai isteri mengetahui keberadaan dan alamat suami dengan lengkap, maka sebaiknya gugatan cerai tetap diajukan menurut mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku.

Untuk yang beragama Islam, proses pengajuan gugatan cerai diajukan di Pengadilan Agama tempat domisili isteri berada. (Lihat Pasal 73 ayat (1) UU Peradilan Agama).

Contoh : Isteri saat ini tinggal di wilayah Jakarta Barat, sedangkan suami tinggal di Jakarta Selatan, maka  gugatan cerai diajukan oleh isteri di Pengadilan Agama Jakarta Barat sesuai dengan alamat isteri.

Untuk yang beragama Non Islam, proses pengajuan gugatan cerai diajukan di Pengadilan Negeri tempat tinggal pihak yang digugat (Tergugat). (Lihat Pasal 20 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Perlaksanaan UU Perkawinan).

Contoh : Isteri tinggal di wilayah Jakarta Timur, sedangkan suami tinggal di Jakarta Utara, maka gugatan cerai yang diajukan oleh isteri adalah di Pengadilan Negeri Jakarta  Utara sesuai dengan alamat pihak yang digugat cerai.

 

Akibat Hukum Bila Mengajukan Gugatan Cerai Diam-Diam

 Setidaknya terdapat beberapa potensi resiko hukum bila mengajukan gugatan cerai secara diam-diam, padahal faktanya pihak yang menggugat (Penggugat) mengetahui keberadaan dan alamat dari pihak yang digugat (Tergugat), yaitu :

Adanya Laporan Polisi Terkait Pemalsuan Surat/ Dokumen 

 Pasal 263 ayat (1) KUHP :

 “ Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun.”

Jadi, potensi awal terkait dengan menggugat diam-diam adalah adanya potensi pelaporan tindak pidana pemalsuan dokumen.

Pemalsuan dokumen disini dapat diartikan, yaitu “pemalsuan surat gugatan cerai” yang  dibuat dan didaftarkan ke Pengadilan.

Letak pemalsuannya adalah membuat keterangan palsu dalam surat tersebut seperti “menulis alamat palsu untuk pihak yang digugat sehingga mengakibatkan pihak yang digugat tidak mengetahui dirinya sedang digugat cerai”.

Adanya Perlawanan/ Verzet 

Tidak menutup kemungkinan pihak yang digugat cerai akan mengajukan perlawanan (verzet) dengan tujuan membatalkan putusan perceraian di Pengadilan.

Dalam perkara cerai, Perlawanan / Verzet dapat diartikan sebagai upaya hukum untuk membatalkan putusan cerai yang  diputus secara verstek (tidak dihadiri Tergugat).

Upaya hukum perlawanan ini diatur dalam Pasal 129 HIR/ 153 Rbg yang pada prinsipnya menyatakan Tergugat/ Termohon yang dihukum Verstek mempunyai hak untuk mengajukan perlawanan (verzet) terhitung 14 (empat belas) hari setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek tersebut diberitahukan kepada pihak yang digugat.

Adanya Peninjauan Kembali (PK)

Peninjauan Kembali (PK) dalam proses cerai ini dilakukan apabila ternyata pihak yang digugat cerai diam-diam tersebut mengetahui bila Akta Cerai telah terbit.

Oleh karena akta cerai telah terbit, maka pihak Tergugat/ Termohon sudah tidak memiliki hak untuk mengajukan verzet/ perlawanan ataupun banding untuk membatalkan cerai tersebut karena putusan telah berkekuatan hukum tetap (in kracht). Oleh karena itu, satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah Mengajukan Upaya Hukum PK (Peninjauan Kembali)

Dasar hukum mengajukan Peninjauan Kembali (PK) adalah Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 5 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah lagi menjadi UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

 

 

Ingin berkonsultasi mengenai Perceraian di Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp