Aturan Hukum Gugatan Cerai karena Suami atau Istri Selingkuh
Ramai kasus mengenai pasangan publik figur yang mengajukan Gugatan Cerai karena suami atau istri selingkuh. Selain yang bisa dibaca melalui media massa, kasus ini mungkin juga terjadi di sekitar Anda. Pengajuan gugatan cerai karena suami atau istri selingkuh adalah perkara yang cukup banyak diajukan.
Perceraian dalam Perkawinan
Perselingkuhan adalah satu dari banyak alasan keretakan dalam perkawinan atau pernikahan. Hal yang sebaiknya dipahami terlebih dulu adalah mengenai apa itu perkawinan atau pernikahan di mata hukum.
Bagi Anda yang barangkali belum mengetahui hal ini, penting bagi Anda untuk memahami bahwa status suami dan istri sah menjadi salah satu hal yang dilindungi di mata hukum setelah Anda dan pasangan secara resmi melakukan pencatatan buku nikah.
Dalam aturan hukum di Indonesia, perkawinan diterima sebagai salah satu peristiwa hukum dengan tujuan untuk membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP).
Status pengesahannya pun diatur melalui pencatatan di Kantor Urusan Agama dengan melengkapi sejumlah berkas dan syarat. Jika Anda telah mencatatkan secara resmi perkawinan Anda, maka barulah Anda mendapat jaminan yang sah di mata hukum.
Sistem hukum perkawinan tersebut sekaligus mengatur mengenai bagaimana sebuah hubungan pernikahan bisa berakhir atau terputus. Hal ini juga menjadi sesuatu yang perlu Anda pahami dalam mengajukan Gugatan Cerai karena suami selingkuh. Ada tiga penyebab utama hubungan perkawinan bisa berakhir secara sah di mata hukum, yaitu:
- peristiwa kematian salah satu pihak, baik suami ataupun istri;
- Perceraian; dan
- putusan pengadilan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Perceraian memang menjadi salah satu penyebab sah berakhirnya ikatan perkawinan. Namun, perlu dicatat bahwa proses perceraian yang sah hanya dapat diproses melalui persidangan atas dasar keputusan dari Majelis Hakim, sebagaimana diatur oleh Pasal 39 ayat (1) UUP.
Dalam mengurus Perceraian, baik suami maupun istri, dapat menjadi pihak yang mengajukan permohonan perceraian. Pengajuan tersebut juga perlu dilengkapi dengan sejumlah syarat. Salah satunya adalah alasan-alasan gugatan perceraian yang nanti akan dikemukakan di persidangan. Berdasarkan alasan itulah, Majelis Hakim akan memutuskan perkara perceraian.
Apakah Perselingkuhan Bisa Menjadi Alasan Perceraian?
Pertanyaan berikutnya adalah bisakah gugat cerai karena suami atau istri selingkuh? Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa dalam banyak kasus Perceraian, perselingkuhan menjadi salah satu alasan yang jamak dikemukakan.
Pada konsep hukum di Indonesia, sebab-sebab perceraian ternyata juga diatur dalam sebuah undang-undang yang sah, yaitu Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 (PP 9/1975) sebagai peraturan pelaksana UUP.
Dalam pasal tersebut, dapat dicermati bahwa ada enam butir situasi yang dapat dijadikan alasan pengajuan permohonan atau gugatan cerai, yaitu:
- pihak suami atau istri dapat mengajukan gugatan cerai jika pasangan diketahui berbuat zinah, mabuk-mabukan, judi, dan/atau melakukan pelanggaran hukum lainnya yang dinilai sulit disembuhkan atau sulit diubah;
- Gugatan Cerai juga dapat diajukan kepada pasangan yang menghilang atau pergi tanpa kabar dalam kurun waktu dua tahun berturut-turut. Dalam situasi ini, suami atau istri kehilangan kontak dan tidak berkomunikasi atau tidak tahu di mana tepatnya posisi dan kondisi pasangan;
- hal yang barangkali termasuk jarang diketahui adalah suami atau istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada pasangan yang masuk penjara selama lima tahun atau lebih;
- berkaitan pula dengan poin sebelumnya, Gugatan Cerai bisa juga diajukan jika pasangan melakukan tindak penganiayaan berat atau kekerasan dalam rumah tangga yang membahayakan;
- Gugatan Cerai dapat pula diajukan jika pasangan mengalami cacat fisik atau mengidap penyakit yang membuatnya tidak mampu lagi menjalankan peran serta memenuhi kewajibannya dalam perkawinan; dan
- rumah tangga yang mengalami cekcok atau perselisihan terus-menerus juga dapat diajukan ke persidangan untuk mengakhiri hubungan perkawinan.
Berdasarkan bunyi pasal di atas, memang tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa selingkuh bisa dijadikan alasan Perceraian. Mungkin alasan yang paling mendekati yang bisa digunakan adalah alasan zina. Namun perlu dipahami dulu apa itu zina.
Menurut R Soesilo, dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal menjelaskan, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Sementara, persetubuhan menurut R. Soesilo adalah peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota perempuan.
Sedang, Ahli Hukum P.A.F Lamintang mengutip pendapat ahli hukum Profesor Simon, di dalam bukunya Delik-Delik Khusus Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar NormaNorma Kesusilaan Dan Norma-Norma Kepatutan menerangkan, untuk adanya suatu perzinahan menurut pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KIUHP) itu diperlukan Vleeslijk Gemeenschap atau diperlukan adanya suatu hubungan alat kelamin yang selesai dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita.
Mengacu pada definisi zina di atas, dapat dipahami bahwa zina mengharuskan adanya persetubuhan (hubungan suami-isteri) antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah satu atau keduanya telah masih terikat perkawinan.
Untuk membuktikan adanya zina, harus ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap lebih dulu. Sederhananya, Anda harus melaporkan suami anda lebih dulu ke pihak yang berwajib (Polisi) atas dugaan melakukan tindak pidana zina seperti diatur dalam pasal 284 KUHP. Jika terbukti, putusan pidana itu yang dijadikan dasar dan bukti otentik menggungat cerai suami Anda atas dasar telah melakukan zina.
Pasal 284 ayat (1) KUHP
“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
- seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak/zina (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
- seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak/zina (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya”.
Berbicara hukum, maka kita bicara soal pembuktian. Tidak bisa hanya didasarkan pada dugaan-dugaan atau asumsi-asumsi yang tidak berdasar. Sehingga apapun yang kita dalilkan harus bisa kita buktikan secara hukum. Jadi jika Anda mengatakan suami Anda telah berselingkuh, maka Anda harus mampu membuktikannya. Tidak bisa hanya berdasarkan dugaan-dugaan atau asumsi-asumsi saja.
Aisah & Partners Law Firm hadir untuk membantu Anda dengan layanan konsultasi Pengacara Perceraian yang profesional dan terpercaya silahkan hubungi kami melalui Telepon/ WhatsApp 0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com