Akad dalam bank syariah merupakan perjanjian atau kesepakatan yang mendasari transaksi keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Akad ini sangat penting karena menentukan legalitas dan kehalalan suatu transaksi dalam konteks syariah. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis akad yang umum digunakan dalam bank syariah.

Jenis-Jenis Akad dalam Bank Syariah

1. Akad Sosial (Tabarru)

Akad sosial bertujuan untuk kebaikan dan tolong-menolong, dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Contoh akad sosial meliputi:

  • Qardh: Pinjaman dana tanpa imbalan, di mana nasabah wajib mengembalikan jumlah yang dipinjam pada waktu yang disepakati.
  • Wadiah: Penitipan barang atau uang, di mana bank bertanggung jawab menjaga titipan tersebut tanpa imbalan, kecuali hadiah sukarela.
  • Wakaf: Melepaskan harta untuk disalurkan kepada penerima wakaf sebagai sedekah yang mengikat.

2. Akad Komersial (Tijarah)

Akad komersial digunakan untuk transaksi ekonomi dan investasi. Jenis-jenis akad komersial meliputi:

  • Murabahah: Pembiayaan barang di mana harga beli dinyatakan dan pembeli membayar dengan harga lebih tinggi sebagai keuntungan yang disepakati.
  • Mudharabah: Kerja sama antara pemilik modal dan pengelola dana, di mana keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, tetapi kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
  • Musyarakah: Kerja sama usaha di mana semua pihak menyetorkan modal sesuai porsi, dan keuntungan serta risiko ditanggung bersama.
  • Ijarah: Akad sewa di mana penyewa membayar untuk mendapatkan hak guna barang tanpa memindahkan kepemilikan.
  • Istisna’: Akad pemesanan barang yang akan diproduksi sesuai permintaan pembeli.
  • Salam: Pembelian barang dengan pembayaran di muka, di mana barang akan diserahkan kemudian sesuai kesepakatan.

3. Akad Lainnya

Beberapa akad lain yang juga penting dalam bank syariah adalah:

  • Hawalah: Pemindahan utang dari satu pihak ke pihak lain.
  • Rahn: Pegadaian barang sebagai jaminan pinjaman.
  • Kafalah: Penjaminan antara satu pihak dengan pihak lain dalam transaksi tertentu.

Akad dalam hukum ekonomi syariah berasal dari bahasa arab yaitu “al-aqd” yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perikatan atau perjanjian atau permufakatan al-ittifaq.

Apabila diartikan lebih jauh, maka akad adalah perjanjian atau perikatan antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.

Dari penjelasan diatas, maka terdapat 2 (dua) unsur penting dalam akad, yaitu :

  1. Ijab, yaitu ungkapan atau pernyataan kehendak tanpa paksaan dari pihak pertama untuk membuat akad (perjanjian/ perikatan),
  2. Qabul, yaitu pernyataan kehendak atau persetujuan dari pihak kedua yang tanpa ada paksaan ingin mengikatkan diri untuk membuat akad (perjanjian/perikanan) dengan pihak pertama.

Ibarat sebuah perjanjanjian yang patut tunduk dan patuh pada Pasal 1230 KUHPerdata, maka terhadap pembuatan akad tunduk dan patuh terhadap syarat dan rukunnya sebagaimana diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES).

Pasal 22 :

Rukun akad terdiri atas:

  1. Pihak-pihak yang berakad;
  2. Obyek akad;
  3. Tujuan pokok akad; dan
  4. Kesepakatan

Pasal 23 : 

Akad tidak sah apabila bertentangan dengan:

  1. Syariat islam;
  2. Peraturan perundang-undangan;
  3. Ketertiban umum; dan/atau
  4. Kesusilaan.

Dalam melakukan transaksi di bank syari’ah atau di lembaga pembiayaan yang menggunakan konsep syari’ah, maka terdapat beberapa istilah atau jenis akad yang perlu diketahui, yaitu :

Akad Murabahah

Akad murabahah adalah adal jual beli yang dilakuan untuk sebuah barang yang dimana harga pokok barang ditambah keuntungan yang didapat oleh bank atau lembaga pembiayaan syari’ah telah disepakati diawal.

Berasarkan akad tersebut, lembaga pembiayaan syari’ah akan membeli barang yang akan dipesan dan dijualnya kepada yang memesan dengan keuntungan yang telah ditentukan oleh pihak yang memesan.

Lembaga pembiayaan syari’ah tersebut memiliki kewajiban memberitahu secara jujur harga pokok barang  berserta keuntungan kepada pihak yang memesan barang.

Dalam Pasal 106 KHES telah disebutkan kewajiban kewajiban dari lembaga pembiayaan syari’ah sebagai penjual, yaitu :

  1. Penjual harus membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesipikasinya.
  2. Penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas riba. 
  3. Penjual harus memberi tahu secara jujur tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan.

Akad Mudharabah

Akad Mudharabah merupakan suatu akad yang dilakukan antara lembaga pembiayaan syariah dengan pihak yang ingin mengelola dana (mudharib) untuk kegiatan modal usaha.

Dalam praktek, akad mudharabah dilakukan guna membantu pihak-pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha namun tidak memiliki modal yang cukup atau membantu pihak-pihak yang ingin mendapatkan modal usaha dari perbankan atau lembaga pembiayaan tanpa harus takut dengan yang namanya riba.

Adapun jenis usaha yang biasa diberikan dalam akad ini adalah usaha-usaha mikro atau kecil seperti usaha rumahan, pertanian kecil dan perdagangan.

Jenis usaha yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan adalah usaha-usaha kecil seperti pertanian, industri rumah tangga dan perdagangan.

Keuntungan yang dihasilkan pada prinsipnya akan dibagi antara lembaga pembiayaan syariah dengan pihak pengelola dana (midharib). Sedangkan kerugian akan ditanggung bersama selama kerugian bukan karena kelalaian pengelola dana.

Pengeturan Pembagian Keuntungan :

Pasal 246 KHES :

” Keuntungan hasil usaha yang menggunakan modal campuran/shahib al-mal dan mudharib, dibagi secara proporsional atau atas dasar kesepakatan semua pihak.”

Pengarutan Pembagian Resiko :

Pasal 249 KHES :

” Mudharib wajib bertanggungjawab terhadap risiko kerugian dan atau kerusakan yang diakibatkan oleh usahanya yang melampaui batas yang diizinkan dan atau tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan dalam akad.”

Pasal 252 KHES :

” Kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam kerjasama mudharabah yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib, dibebankan pada pemilik modal.”

Akad Musyarakah

Akad Musyarakah dapat diartikan kerjasama antara dua orang atau lebih yang bertujuan membagi keuntungan dan kerugian berdasarkan akad yang telah disepakati para pihak.

Tugas dari lembaga pembiayaan atau bank syariah nantinya membantu memberikan pembiayaan kepada pihak (perusahaan) yang membutuhkan modal untuk pengembangan usaha.

Selain itu, lembaga pembiayaan atau bank syariah dapat ikut serta dalam manajemen perusahan yang diberikan modal usaha tersebut untuk memberikan suatu kepastian.

Adapun terkait perjanjian pembagian keuntungan dapat dilakukan berdasarkan porsi modal atau berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati diawal oleh para pihak.

 

Pentingnya Akad dalam Transaksi Syariah

Akad berfungsi sebagai landasan hukum bagi transaksi keuangan syariah. Jika transaksi didasarkan pada akad yang sah menurut syariah, maka hak kepemilikan atas objek transaksi juga dianggap sah. Sebaliknya, jika tidak sah, hak kepemilikan menjadi tidak valid

 

Aisah & Partners Law Firm hadir untuk membantu Anda dengan layanan konsultasi Pengacara Perceraian  yang profesional dan terpercaya silahkan hubungi kami  melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108  atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp