Ya, hak asuh anak dapat ditangan ayah. Meskipun secara umum hak asuh anak yang belum berusia 12 tahun biasanya jatuh ke ibu, ada beberapa syarat dan kondisi yang dapat membuat hak asuh anak beralih ke ayah.
Aturan Hak Asuh Anak di Indonesia
Aturan hak asuh anak di Indonesia sampai saat ini masih menekankan pada umur anak. Artinya, umur adalah ukuran awal yang akan dilihat hakim untuk menentukan kemana hak asuh anak akan jatuh ketika putus terjadi perceraian antara suami dan isteri.
Terdapat perbedaan ukuran umur terkait hak asuh anak untuk yang bercerai di Pengadilan Agama (Islam) dan di Pengadilan Negeri (Non Muslim).
Pengaturan Hak Asuh Anak di Pengadilan Agama
Untuk yang bercerai di Pengadilan Agama, maka aturan penentuan hak asuh anak akan melihat Pasal Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang di dalamnya menyatakan anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun, maka pemeliharaan (hak hadhanah) akan jatuh kepada Ibu dari anak.
Sedangkan apabila anak telah berusia 12 (dua belas) tahun keatas, maka anak berhak memilih ingin ikut dengan ibu atau ayahnya.
Dalam praktek di Pengadilan Agama, bila anak telah berusia 12 (dua belas) tahun keatas, maka biasanya hakim akan memerintahkan pihak yang bercerai untuk membawa anak agar hakim mengetahui anak ingin ikut dengan ibu atau ayahnya.
Pengaturan Hak Asuh Anak di Pengadilan Negeri
Untuk yang bercerai di Pengadilan Negeri, maka penentuan hak asuh anak lebih melihat Yurisprudensi hukum yang ada, seperti Yurisprudensi Putusan MA No.126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 yang menyebutkan “Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu.”
Apabila mencermati ketentuan yurisprudensi diatas, maka tidak ada penjelasan “anak dibawah umur tersebut sampai umur berapa” ? oleh karena itu, untuk menentukan anak dibawah umur, sering melihat peraturan perundang-undangan lainnya, seperti :
Pasal 47 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan : “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.”
Jika memakai ketentuan Pasal 47 ayat (1) diatas, maka pengertian anak dibawah umur adalah anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, sehingga dengan demikian permintaan hak asuh anak yang dimintakan oleh orang tua yang bercerai di Pengadilan Negeri dapat dimohonkan sepanjang anak belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.
Dengan demikian, apabila anak belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, hak asuh anak kemungkinan besar akan jatuh ke ibu dari anak berdasarkan yurisprudensi diatas.
Bisakah Hak Asuh Anak Ditangan Ayah ?
Tidak menutup kemungkinan hak asuh anak akan jatuh kepada ayah dari anak.
Dalam banyak putusan perceraian, hak asuh anak dapat juga jatuh ke ayah dari anak.
Namun usaha ayah untuk mendapatkan hak asuh anak itu perlu pembuktian yang kuat. Artinya, perlu membuktikan alasan-alasan mengapa hak asuh anak tersebut wajib jatuh ke ayah anak walau anak masih dibawah umur (masih kecil).
Setidaknya terdapat 2 (dua) aturan yang sering digunakan ayah di Pengadilan untuk memohon hak asuh anak ketika terjadi perceraian, yaitu :
Aturan untuk Pengadilan Negeri
SEMA No. 1 Tahun 2017, Rumusan Kamar Perdata Poin d :
“ Hak ibu kandung mengasuh anak di bawah umur setelah terjadi perceraian dapat diberikan kepada ayah kandung sepanjang pemberian hak tersebut memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak dengan juga mempertimbangkan kepentingan / keberadaan / keinginan si anak pada saat proses perceraian.”
Berdasarkan uraian diatas, jika ingin hak asuh anak jatuh kepada ayah, maka seorang ayah wajib membuktikan :
- Anak akan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembangnya jika hak asuh anak jatuh ke ayah anak; dan
- Anak sendiri yang memiliki keinginan untuk ikut dengan ayahnya;
- Demi kepentingan kebaikan anak, maka jauh lebih baik anak diasuh ayahnya.
Aturan untuk Pengadilan Agama
Pasal 156 huruf (c) KHI :
“ Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.”
Apabila mencermati ketentuan diatas, maka seorang ayah wajib membuktikan bila seorang ibu tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, maka barulah hak asuh dapat beralih dari ibu ke ayah.
Namun dalam prakteknya, membutkikan seorang ayah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak sangatlah sulit, apalagi jika pihak ibu sebagai pihak yang selama ini mengurus dan mengasuh anak.
Berikut adalah beberapa poin penting:
- Usia Anak: Jika anak belum berusia 12 tahun, hak asuhnya biasanya jatuh ke ibu. Namun, jika anak sudah berusia di atas 12 tahun, ia sendiri dapat memilih siapa yang akan menjadi pemegang hak asuhnya, baik ayah atau ibu.
- Kondisi Ibu: Jika ibu tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, hak asuh dapat beralih ke ayah. Hal ini dapat dibuktikan dengan dokumen medis atau saksi yang dapat menunjukkan bahwa ibu tidak dapat menjaga anak dengan baik.
- Perilaku Ibu: Jika ibu memiliki perilaku yang buruk, seperti berjudi, mabuk-mabukan, atau memiliki penyakit kejiwaan, hak asuh anak dapat diberikan kepada ayah.
- Pengadilan: Hakim dapat mengesampingkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) jika ada alasan-alasan yang kuat dan rasional yang dibuktikan di pengadilan. Misalnya, jika ibu sering meninggalkan anak atau memiliki penyakit yang membahayakan anak, hak asuh dapat beralih ke ayah
Aisah & Partners Law Firm
Konsultasi dengan jasa pengacara perceraian Aisah & Partners Law Firm seputar pengurusan perceraian, hak asuh anak serta pembagian harta gono gini Telepon/ WhatsApp 0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com