Ya, anak kandung dapat menjadi saksi dalam kasus perceraian orang tua mereka. Berikut adalah beberapa poin penting yang menunjukkan peran anak kandung sebagai saksi dalam kasus perceraian:
- Kebijakan Pengadilan: Dalam beberapa kasus, pengadilan telah menerima keterangan anak kandung sebagai alat bukti dalam memutuskan perkara perceraian. Contohnya, dalam putusan Nomor 0062/Pdt.G/2014/PA.Bbs, Hakim Pengadilan Agama Brebes menerima dan memperbolehkan anak kandung dijadikan sebagai saksi dalam perkara perceraian cerai gugat
- Pasal 145 HIR: Pasal 145 Hukum Acara Perdata (HIR) menyebutkan bahwa keluarga sedarah atau semenda dilarang dijadikan sebagai alat bukti saksi. Namun, dalam prakteknya, pengadilan masih mempertimbangkan keterangan anak kandung sebagai saksi dalam kasus perceraian.
- Keterbatasan: Meskipun anak kandung dapat dijadikan saksi, ada beberapa keterbatasan. Misalnya, hakim mungkin menolak keterangan anak kandung karena tidak netral, psikologis, dan etika/moral. Contohnya, seorang anak yang lebih berpihak pada ibunya mungkin akan menimbulkan sengketa baru dalam keluarga.
- Motivasi dan Keterlibatan: Anak kandung sering dijadikan saksi karena merasa kesulitan menghadirkan saksi lain dan untuk menutup rasa malu kepada orang lain selain keluarga dekat. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan tekanan mental bagi anak.
Dalam kasus perceraian yang alasan perceraiannya adalah pertengkaran terus-menerus, maka menghadirkan saksi minimal 2 (dua) orang hukumnya wajib. Artinya, tanpa menghadirkan keterangan saksi, maka kemungkinan besar perceraian seseorang akan tidak dapat diterima oleh pihak pengadilan.
Keterangan saksi yang dihadirkan dapat dari keluarga atau orang terdekat. Sehingga seharusnya tidak terlalu sulit untuk mencari saksi dalam kasus perceraian.
Pasal 22 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 :
” Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.”
Pasal 134 KHI :
” Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f, dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut.“
Apabila mencermati ketentuan diatas, maka tidak ada ketentuan yang menyebutkan pelarangan anak jadi saksi di pengadilan, sehingga anak yang telah dewasa (21 tahun keatas) dapat jadi saksi dikarenakan dapat ditafsirkan masuk sebagai pihak keluarga atau orang terdekat.
Namun dalam praktek yang kami jumpai di pengadilan, terkadang hakim menolak bila anak yang dijadikan saksi di pengadilan, dengan berbagai pertimbangan.
Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai perceraian di pengadilan negeri dan Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui Telepon/ WhatsApp 0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com