Bolehkah menggugat cerai tanpa saksi yang melihat pertengkaran secara langsung? Jawabannya adalah tidak selalu. Berikut adalah beberapa poin penting yang menjelaskan hal ini:

  1. Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975: Alasan perceraian berdasarkan adanya pertengkaran atau perselisihan terus menerus yang dilakukan antara suami dan istri yang menyebabkan tidak bisa hidup rukun lagi. Untuk membuktikan adanya pertengkaran/perselisihan terus menerus, keterangan dari pihak keluarga atau orang terdekat sangat penting.
  2. Pasal 22 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975: Gugatan perceraian dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.
  3. Pasal 134 KHI: Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f, dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri tersebut.

Dalam prakteknya, pengadilan cenderung tidak mempermasalahkan apakah saksi melihat pertengkaran secara langsung, tetapi lebih memperhatikan apakah keterangan saksi tersebut cukup jelas dan adil. Jadi, meskipun tidak ada saksi yang melihat pertengkaran secara langsung, gugatan perceraian masih dapat diterima jika ada keterangan yang cukup jelas dari pihak keluarga atau orang terdekat.

Salah satu alasan perceraian berdasarkan Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan adalah adanya pertengkaran atau perselisihan terus menerus yang dilakukan antara suami dan isteri yang menyebabkan tidak bisa hidup rukun lagi.

Untuk membuktikan adanya pertengkaran / perselisihan terus menerus tersebut, maka menurut Pasal 22 ayat (2) menyebutkan pentingnya mendengarkan keterangan dari “pihak keluarga atau orang terdekat”. Artinya, keterangan pihak keluarga merupakan saksi yang menentukan nantinya apakah hakim akan memutus cerai atau tidak.

” Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.” 

Dalam praktek kami di pengadilan, kami pernah menangani 2 (dua) kasus yang berbeda, yaitu terdapat hakim yang tidak mempermasalahkan bila saksi tidak melihat pertengkaran, dan terdapat hakim yang mempermasalahkan bila saksi tidak melihat langsung pertengakaran.

Untuk kasus-kasus di Pengadilan Agama untuk cerai Islam, biasanya hakim cenderung tidak harus melihat langsung pertengkaran, seperti contoh pertimbangan hukum majelis hakim dibawah ini :

Putusan Pengadilan Agama Bekasi dengan  Nomor : 1463/Pdt.G/2020/PA.Bks tertanggal 9 Juli 2020 pada halaman 12 paragraf 1 menyebutkan :

“ Menimbang, bahwa selain pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa saksi dalam kategori Testimonium de auditu dapat diterapkan secara eksepsional khususnya dalam kasus perceraiankarena perkara perceraian pada dasarnya adalah perkara personel recht (berhubungan dengan orang), sehingga persoalan yang jamak terjadi sekarang ini adalah sulitnya menemukan saksi-saksi yang benar-benar melihat dan mendengar langsung dalam hal pembuktian adanya unsur-unsur yang menunjukkan adanya keretakan dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon.”

Selain itu dasar hukum yang digunakan untuk memutus cerai para pihak adalah Yurisprudensi No. 534/K/Pdt/1996 yang berbunyi :

“ Bahwa dalam hal perceraian tidak perlu dilihat dari siapa siapa penyebab percekcokan atau karena salah satu pihak telah meninggalkan pihak yang lain, tetapi yang perlu dilihat adalah perkawinan itu sendiri, apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan atau tidak, karena jika hati ke dua pihak sudah pecah maka perkawinan itu sendiri sudah pecah maka tidak mungkin dapat dipersatukan lagi, meskipun salah satu pihak menginginkan perkawinan supaya tetap utuh, apabila perkawinan itu dipertahankan maka pihak yang menginginkan perkawinan itu pecah, tetap akan berbuat yang tidak baik agar perkawinan itu tetap pecah. “

Apabila mencermati yurisprudensi diatas, maka dapat dilihat hakim memiliki wewenang memutus cerai tanpa melihat langsung apakah saksi yang dihadirkan melihat langsung pertengkaran atau tidak. Namun hakim lebih melihat apakah para pihak masih ingin mempertahankan rumah tangga atau tidak. Apabila salah satu pihak sudah tidak ingin mempertahankan rumah tangga, walaupun salah satu pihak ingin mempertahankannya, maka perkawinan tersebut akan dilihat pecah, sehingga hakim dapat tetap memutus perkawinan dengan status perceraian.

 

 

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai perceraian di pengadilan negeri dan Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm  melalui  Telepon/ WhatsApp  0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

 

 

Call Now
WhatsApp