Ahli waris merupakan suatu syarat penting dalam hukum waris. Pasalnya hukum pembagian hukum waris memiliki 3 (tiga) aspek penting diantaranya yaitu adanya (a) pewaris, (b) harta warsisan , dan (c) ahli waris.
Namun dalam prakteknya, terdapat beberapa kasus dimana pewaris (pihak yang meninggal dunia) tidak memiliki ahli waris dikarenakan selama hidupnya pewaris hidup sendiri (sebatang kera) atau telah ditinggalkan keluarganya tidak tahu kemana, sedangkan pewaris memiliki beberapa asset yang bisa dibagi ketika meninggal dunia.
Meninggalnya seseorang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris kepada ahli waris yang berhak. Pewarisan akan terjadi ketika unsur-unsurnya terpenuhi, yaitu:
- Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
- Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
- Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
Hukum KUHPerdata
Untuk pewaris yang meninggal tidak beragama Islam (Non Muslim), maka hukum yang berlaku kepadanya terkait pembagian waris yaitu yang diatur dalam KUHPerdata.
Dalam KUHPerdata membagi 4 (empat) golongan ahli waris, yaitu golongan I, Golongan II, Golongan III, dan Golongan IV.
Aturan pembagian waris dalam KUHPerdata pada prinsipnya menyatakan pihak pertama yang berhak mendapatkan warisan pewaris adalah ahli waris golongan I, dan apabila golongan I tidak ada, maka akan ke golongan II dan seterusnya.
Apabila mengacu pada Pasal 1126 KUHPerdata menyebutkan :
” Bila pada waktu terbukanya suatu warisan tidak ada orang yang muncul menuntut haknya atas warisan itu, atau bila ahli waris yang dikenal menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu dianggap tidak terurus .”
Jadi, apabila terhadap suatu harta warisan tidak memiliki satupun ahli waris atau tidak ada ahli waris yang muncul untuk menginginkan warisan tersebut, maka harta warisan dapat dikategorikan sebagai harta warisan yang tak terurus.
Harta warisan yang dianggap tak terurus menyebabkan kewenangan negara dapat muncul untuk mengurusnya agar tidak menjadi harta peninggalan yang ditelantarkan yang dimana menupakan kewenangan Balai Harta Peninggalan sebagaimana diatur dalam Pasal 1127 KUHPerdata yang menyebutkan :
” Balai Harta Peninggalan, menurut hukum wajib mengurus setiap harta peninggalan tak terurus yang terbuka dalam daerahnya, tanpa memperhatikan apakah harta itu cukup atau tidak untuk melunasi utang pewarisnya. Balai itu, pada waktu mulai melaksanakan pengurusan, wajib memberitahukan hal itu kepada jawatan Kejaksaan pada Pengadilan Negeri. Dalam hal ada perselisihan tentang terurus tidaknya suatu harta peninggalan. Pengadilan itu atas permohonan orang yang berkepentingan atau atas saran jawatan Kejaksaan, setelah minta nasihat, Balai Harta Peninggalan akan mengambil keputusan tanpa persidangan.”
Berdasarkan ketentuan diatas, maka Balai Harta Peninggalan akan mengurus harta peninggalan pewaris bila selama ini pewaris tidak memiliki ahli waris.
Hukum Islam
Menurut hukum Islam yang termuat dalam KHI. Seoran ahli waris mendapatkan harta waris dari pewaris (orang yang meninggal) karena 2 (dua) sebab hubungan, yaitu dikarenakan adanya hubungan sedarah atau karena hubungan perkawinan.
Dalam Pasal 178 sampai 185 Kompilasi Hukum Islam disebutkan pihak-pihak yang berhak mendapatkan warisan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok:
- Kelompok laki-laki karena hubungan darah : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki paman dan kakek.
- Kelompok perempuan karena hubungan darah: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
- Kelompok karena perkawinan : duda atau janda dari pewaris.
Jika semua ahli waris belum meninggal (ada), maka pihak yang berhak mendapatkan warisan:
- Anak Perempuan dan Laki-laki pewaris;
- Orang Tua Pewaris (Ibu dan Ayah);
- Janda (matan isteri) atau Duda (mantan suami) dari Pewaris
Namun menjadi suatu pertanyaan, jika ahli waris sudah tidak ada sama sekali, maka siapa yang berhak mendapatkan warisan dari pewaris ?
Jika pewaris selama ini hidup sendiri dan tidak memiliki keluarga atau karena kecelakaan tidak memiliki ahli waris lagi atau tidak ada ahli waris yang datang untuk mengakui warisan, menurut Pasal 191 KHI menyatakan:
“ Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sarna sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan umum.”
Nasib Rekening Pewaris Jika Ahli Waris Tidak Ada
Kemudian terkait nasib rekening bank tanpa ahli waris, kami berpendapat saldo yang disimpan akan diserahkan kepada Baitul Mal sesuai bunyi Pasal 191 KHI sebagaimana telah disebutkan di atas.
Sementara itu, mengenai aturan yang menyatakan rekening tanpa ahli waris dalam jangka waktu tertentu (misal 7 tahun), dan benar-benar tidak ada yang mengakui, saldo dalam rekening tersebut akan diambil oleh negara sesungguhnya tidak ada.
Tetapi Pasal 1991 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) berbunyi:
Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan, tidak dapat dikenakan lewat waktu mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan. Lewat waktu berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
Lebih lanjut, Pasal 1967 KUH Perdata menyatakan:
Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, dapat disimpulkan dalam hal rekening pewaris tidak memiliki ahli waris, selanjutnya saldo rekening itu akan diberikan kepada Baitul Mal setelah 30 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 191 KHI jo. Pasal 1991 dan Pasal 1967 KUH Perdata.
Perlu diketahui, berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan perubahannya, saldo rekening pewaris tidak boleh diberikan kepada ahli waris yang diatur oleh bank sebagaimana Anda tanyakan. Karena ahli waris yang berhak adalah yang sah dari nasabah penyimpan (pewaris). Selain itu, atas permintaan, persetujuan atau kuasa pewaris secara tertulis, bank wajib memberi keterangan simpanan pewaris kepada pihak yang ditunjuk oleh pewaris sewaktu masih hidup tersebut
Jadi untuk pewaris yang meninggal dalam keadaan Islam dan sudah tidak memiliki ahli waris, maka harta warisan dari pewaris akan diserahkan ke Baitul Mal untuk kepentingan umum yang prosesnya melalui penetapan pengadilan agama.
Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai Waris di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui Telepon/ WhatsApp 0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com