Sebelum membahas lebih jauh mengenai pembagian hak asuh saat terjadi perceraian, ada baiknya Anda pahami dulu apa yang dimaksud dengan hak asuh anak. Dalam agama Islam, hak asuh atas anak ini disebut dengan istilah hadhanahHadhanah ini sendiri maknanya adalah merawat, mengasuh, dan memelihara anak.

Terkait hukum yang berlaku atas pembagian hak asuh, hadhanah dipahami sebagai upaya merawat, mengasuh, dan memelihara anak yang umurnya kurang dari 12 tahun. Pada rentang usia yang disebutkan tersebut, diketahui memang anak belum mampu membedakan dan memilih dengan tepat, mana hal baik dan buruk dalam hidupnya. Maka dari itu, anak butuh orang dewasa untuk mengasuhnya.

Baik ayah ataupun ibu memiliki hak asuh atas anaknya, baik saat masih terikat dalam ikatan pernikahan atau pun sudah bercerai. Ini maknanya, kedua orang tua memiliki kewajiban yang sama untuk memelihara dan mendidik anaknya. Pernyataan ini juga mengacu pada hak anak untuk tak dipisahkan oleh karena sebab apapun dari orang tuanya, yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak Internasional.

Pihak Ibu mendapatkan hak asuh anak ?

Pada dasarnya, tidak ada perbedaan jauh antara perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama (Islam) dan di Pengadilan Negeri (Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu).

Kebanyakan pengadilan memutus hak asuh anak ini berpatokan pada umur anakArtinya, apabila anak tersebut belum dewasa, maka kemungkinan hak asuh anak jatuh kepada ibu dari anak tersebut.

Untuk perceraian di Pengadilan Agama, aturan hukum yang selalu digunakan adalah Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pada prinsipnya menyatakan anak yang belum berusia 12 (dua belas) tahun pemeliharaan anak jatuh kepada ibu dari anak. Kecuali anak tersebut telah berusia diatas 12 (dua belas) tahun, maka anak berhak memilih apakah ingin ikut ibunya atau ayahnya.

Karena itu dalam perceraian islam, anak barulah dapat memilih bila telah berusia 12 (dua belas) tahun ke atas.

Hak asuh anak perceraian non muslim ?

Untuk perceraian Non Muslim di Pengadilan Negeri, putusan terkait hak asuh anak akan diberikan kepada hakim. Karena tidak ada aturan formil yang mengatur hal tersebut, sehingga hakim di pengadilan negeri umumnya menggunakan Yursiprudensi dalam memberikan pertimbangan hukum.

Namun dalam praktek, kebanyakan putusan hak asuh anak di Pengadilan Negeri tetap memutus anak didasarkan pada umur anak. Artinya, apabila anak belum dewasa, maka potensi hak asuh anak jauh lebih besar jatuh kepada ibu dari anak.

Yurisprudensi Putusan MA No.126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003. Merupakan salah satu dasar hukum memutus hak asuh anak jatuh kepada ibu dari anak, yaitu : Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu”

Apabila mencermati ketentuan yurisprudensi diatas, maka definisi anak dibawah umur bisa ditafsirkan belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Didasarkan pada Pasal 50 ayat (1) UU No. 1/1974 yang menjelaskan anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dibawa kekuasaan walinya.

Apakah penentuan hak asuh anak hanya didasarkan pada umur anak ?

Tidak semua putusan pengadilan memutus hak asuh anak tersebut kepada ibu dari anak. Hal tersebut dikarenakan hakim di pengadilan memiliki kewajiban menemukan hukum. Artinya, hakim memiliki kewajiban juga untuk mempertimbangkan lebih jauh terkait alasan mengapa hak asuh anak tersebut tidak dasarkan pada umur anak semata, seperti:

  1. Apakah anak saat ini benar-benar tinggal dan diasuh oleh pihak ibunya ?
  2. Apakah ibu dari anak sering mabuk-mabukan dan keluar malam, sehingga anak terbengkalai ?
  3. Apakah ibu dari anak tidak memakai narkoba ?
  4. Apakah ibu dari anak tidak melakukan kekerasan terhadap anak ?
  5. Apakah ibu dari anak dalam keadaan sadar atau tidak gila ?
  6. Apakah ibu dari anak tidak sedang dalam penjara ?

Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dapat dibuktikan, seperti ibu dari anak terbukti melakukan perbuatan tercela. Misalnya memakai narkoba atau sering mabuk-mabukan, sehingga membuat pengurusan anak terbengkalai dan berdampak negatif terhadap anak. Maka hak asuh anak tersebut bisa jadi tidak dapat diberikan kepada ibu, namun dapat beralih ke ayah dari anak tersebut.

Namun apabila tidak dapat dibuktikan, maka hak asuh anak ke ibu tetap terjadi.

Apakah ayah berhak mendapatkan hak asuh anak ?

Seorang ayah tetap berhak mendapatkan hak asuh anak. Karena di dalam aturan hukum yang ada, terdapat hal-hal yang memungkinkan hak asuh anak ke ayah tersebut beralih kepada ayah dari anak, seperti:

Pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam yang berlaku untuk Pengadilan Agama :

“ Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi. Maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.”’

SEMA No. 1 Tahun 2017, Rumusan Kamar Perdata Poin d yang berlaku untuk Pengadilan Negeri:

“ Hak ibu kandung mengasuh anak di bawah umur setelah terjadi perceraian dapat diberikan kepada ayah kandung. Sepanjang pemberian hak tersebut memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak, dengan juga mempertimbangkan kepentingan / keberadaan / keinginan si anak pada saat proses perceraian.”

Berdasarkan aturan-aturan diatas, maka ayah dari anak tetap berhak mendapatkan hak asuh anak sepanjang dapat membuktikan :

  1. Ibu dari anak tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, dan/atau
  2. Ibu dari anak memberikan dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak bila mengasuhnya.

Hak ayah bila tidak mendapatkan hak asuh anak ?

Apabila hak asuh anak jatuh kepada ibu dari anak. Maka ayah dari anak tetap memiliki hak untuk bertemu, berkomunikasi dan mendapatkan hak akses dengan anaknya.

Hak akses untuk bertemu dengan anak menjadi kewajiban ibu. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rumusan Rapat Pleno Kamar Agama 2012 s/d 2019, SEMA No. 1 Tahun 2017 poin 4 yang menyebutkan dalam hal amar putusan hak asuh anak (hadhanah) harus mencantumkan kewajiban pemegang hak asuh memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak asuh. Selain itu, majelis hakim perlu mempertimbangkan putusan. Jika pemegang hak asuh tidak memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak asuh. Karena hal ini dapat dijadikan alasan untuk mengajukan pencabutan gugatan hak asuh anak.

Jadi, apabila seorang ayah dari anak tidak diberikan hak akses bertemu dengan anak. Maka pihak ayah berhak mengajukan gugatan pencabutan hak asuh anak agar beralih hak asuh anak ke ayah tersebut.

Dalam Pasal 30 UU Perlindungan Anak. Disebutkan penetepan hak asuh anak secara rinci serta mengajukan pencabutan hak asuh anak melalui mekanisme pengadilan, yaitu sebagai berikut:

  1. Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.
  2. Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Oleh karena itu, apabila timbul suatu perceraian, sudah menjadi kewajiban ibu dari anak tetap memberi akses untuk ayah bertemu dan berkomunikasi dengan anaknya.

Kewajiban Nafkah anak bila terjadi perceraian ?

Apabila terjadi perceraian, maka kewajiban pemberian nafkah untuk anak umumnya diputus oleh pengadilan adalah kewajiban dan tanggungjawab ayah dari anak.

Pasal 158 huruf d KHI sebagai dasar hukum di Pengadilan Agama menyatakan semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungjawab ayah berdasarkan kemampuannya. Sekurang-kurangnya sampai dengan anak dewasa.

Pasal 41 huruf d UU No. 1/1974 tentang Perkawinan sebagai dasar hukum di Pengadilan Negeri. Menyebutkan bapak merupakan pihak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharan dan pendidikan anak. Namun tidak menutup kemungkinan pengadilan menentukan ibu ikut memikul biaya anak sepanjang kenyataannya bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.

Dalam prakteknya, baik di pengadilan agama maupun pengadilan negeri. Bila pihak isteri meminta nafkah anak, maka kemungkinan besar akan dikabulkan pengadilan.

Namun terkait dengan jumlah nafkah anak yang ditetapkan pengadilan, dan menjadi tanggung jawab ayah. Tetap mempertimbangkan kemampuan ekonomi dari ayah anak serta mempertimbangan kebutuhan dasar anak.

Jadi, apabila pihak isteri mengajukan perminaan nafkah yang cukup besar dan tidak sesuai dengan kebutuhan dasar anak. Maka kemungkinan ditolak atau dikurangi oleh majelis hakim.

Mengenal Macam Pembagian hak Asuh Anak Menurut Perundang-Undangan:

  1. Hak Asuh Anak di Bawah 5 Tahun Akibat Perceraian

    Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 41, bisa disimpulkan bahwa kedua orang tua memiliki kewajiban yang sama untuk memelihara dan mendidik anaknya. Jika kedua orang tua tak melayangkan gugatan terkait hak asuh atas anaknya saat bercerai, maka permasalahan hak asuh pun tak perlu diselesaikan di pengadilan.

    Lalu bagaimana bila terjadi perselisihan antara ibu dan ayah mengenai penguasaan anak-anaknya, terutama yang berumur di bawah 5 tahun, saat mereka telah bercerai? Pada saat inilah, pengadilan akan menengahi perselisihan tersebut, dengan memutuskan siapa yang lebih layak mendapatkan hak asuh anak sesuai dengan hukum yang berlaku.

    Anak yang berumur 5 tahun tentu masih tergolong pada anak di bawah umur. Nah, menurut Kompilasi Hukum Islam pada pasal 105, anak yang usianya masih di bawah 12 tahun adalah hak ibunya. Walau nantinya anak di bawah pengasuhan ibu, namun biaya pemeliharaan anak nantinya akan tetap ditanggung oleh anaknya.

    Kompilasi Hukum Islam ini pun sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung RI No.126 K/Pdt/2001 pada tanggal 28 Agustus 2003. Putusan tersebut mengatakan jika terjadi perceraian dan anak masih di bawah umur, maka pemeliharaannya diserahkan pada orang terdekat dan akrab dengan anak yaitu ibunya. Namun melakukan proses Perceraian Muslim terlebih dahulu di pengadilan agama.

    Walau begitu, bukan tak mungkin jika seorang ayah bisa memperoleh hak asuh atas anaknya, walau si buah hati masih berumur 5 tahun. Anda mungkin bisa melihat salah satu contohnya dari perceraian antara pasangan selebritis terkenal pada tahun 2014 silam. Pada perceraian tersebut, hak asuh atas anak mereka yang saat itu masih berusia di bawah 5 tahun diperoleh oleh ayahnya.

    Dasar hukum diberikannya hak asuh pada ayah dibandingkan pada ibu saat anak masih di bawah umur yaitu Putusan Mahkamah Agung RI No.102 K/Sip/1973. Keputusan ini di antaranya menyatakan bahwa perwalian anak akan jatuh ke ibu, kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut tak wajar dalam memelihara anaknya.

  2.  Hak Asuh Anak Perempuan Akibat Perceraian

    Jika tadi mengulas tentang hak asuh anak yang berusia 5 tahun, sekarang akan dibahas mengenai hak asuh atas anak perempuan jika terjadi perceraian. Sama dengan dasar hukum sebelumnya, jika anak perempuan tersebut masih berusia di bawah 12 tahun saat perceraian, ibunya berhak atas hak asuhnya. Ayahnya tetap bisa menjumpainya, serta wajib menanggung biaya untuk memeliharanya.

    Jika anak perempuan ini nantinya sudah mencapai usia 12 tahun, maka ia bebas menentukan ingin diasuh oleh siapa, apakah itu ibu atau ayahnya. Kebebasan anak untuk memilih salah satu dari kedua orang tua yang akan mengasuhnya ini, juga tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 105. Jika sekiranya ayah tak mampu menanggung semua biaya pemeliharaan, ibu pun harus ikut serta.

  3. Hak Asuh Anak Menurut Hukum Akibat PerceraianTak hanya dalam hukum Islam saja, namun hukum negara pun sudah dibuat mengenai hak asuh atas anak ini. Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974, disebutkan pada Pasal 54 ayat (2) bahwa orang tua berkewajiban memelihara anaknya hingga ia kawin atau bisa berdiri sendiri. Kewajiban untuk memelihara anak ini akan terus berlanjut walau kedua orang tua berpisah.Hak asuh atas anak juga mungkin didapatkan oleh keluarga anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang telah dewasa. Apa dasar hukum atas pemberian hak asuh bukan kepada kedua orang tua ini? Keputusan ini diatur dalam Undang-Undang No.1 dan 2 Tahun 1974 pada pasal 49. Pencabutan hak asuh disebabkan karena lalai menjalankan kewajiban dan perilaku yang buruk.
  4. . Hak Asuh Anak Jika Istri Minta Cerai

    Dalam kasus perceraian lainnya, ada gugatan cerai yang dilayangkan oleh pihak istri atau ibu. Nah, jika kasus perceraiannya seperti ini, Anda mungkin juga bertanya-tanya, siapakah yang layak untuk mendapatkan hak asuh atas anak dari pernikahannya tersebut. Apakah si ibu masih layak mendapatkan hak asuh padahal ia sendiri yang mengajukan perceraian?

    Dalam kasus perceraian di mana pihak istri yang meminta cerai, maka hukum untuk hak asuh atas anak masih tetap sama dengan sebelumnya. Selama anak masih berusia di bawah 12 tahun, maka ibu berhak mendapatkan hak asuh atas anaknya, walau ia merupakan pihak yang mengajukan gugatan cerai. Ayah dari anak pun wajib memberikan biaya pengasuhan hingga anak menikah atau dewasa.

    Namun, hal berbeda akan terjadi jika istri minta cerai disebabkan kesibukannya, yang kemudian membuatnya juga turut menelantarkan anaknya. Telah disinggung sebelumnya bahwa jika seorang ibu tak bisa menjamin pemeliharaan atas anaknya, maka hak asuh akan bisa dialihkan pada pihak ayah. Apalagi jika misalnya si ibu terlibat dalam perbuatan kriminal yang membahayakan si anak.

    Berbicara tentang hak asuh anak yang disebabkan oleh perceraian tentu saja terbilang sangat pelik. Sudah seyogyanya seorang anak memperoleh kasih sayang dari kedua orang tuanya, namun karena perceraian, kasih sayang dari salah satu pihak akan terbatas diperolehnya. Jika pun memang terjadi perceraian, usahakan untuk membagi hak asuh atas anak dengan damai, agar anak pun tak tersakiti.

    5. Hak Asuh anak Jika Isteri terbukti Selingkuh

    Dalam Sebuah Hubungan Pernikahan Isteri yang terbukti melakukan perselingkuhan dengan suami dalam Pengadilan Agama
    ataupun Pengadilan Negeri bagi non muslim , maka harus dilakukan pembuktian pembenaran perseligkuhan, Jika ditemukan fakta di persidangan Terbukti benar isteri melakukan perselingkuhan
    maka diriya sudah gagal menjadi seorang ibu sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Mengenai Perkawinan , yang berbunyi Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

    6. Hak Asuh Anak Jika Suami Terbukti Selingkuh

    Jika di ketahui secara benar bahwa seorang suami melakukan perselingkuhan maka hakim dapat memutuskan sebagai berikut
    hak asuh anak, jika anak di bawah 5 tahun ada di tangan Isteri kecuali jika sudah dewasa anak bisa memilih salah satu yaitu ayah atau ibunya.

 

 

Bila ingin berkonsultasi terkait terkait jasa pengacara hak asuh anak dan perceraian, silahkan hubungin kami Aisah & Partners Law Firm melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp