Dalam hukum kekeluargaan, ketika ada masalah yang tidak bisa dihindari akan berakibat fatal dan berujung kepada sebuah perceraian apabila kedua belah pihak tidak bisa menjaga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga.
Masalah utama yang sering menimbulkan perceraian dapat berupa masalah perselingkuhan, masalah ekonomi, masalah KDRT, masalah ketidak harmonisan, dan masalah lainnya. Mengalah pada egoisme diri demi masa depan yang lebih cerah adalah pilihan yang tepat untuk tetap menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga Anda.
Tetapi jika sebuah perceraian tidak bisa dihindari kemudian timbul perkara atau sengketa dalam proses perceraian lalu Anda tidak paham betul cara menghadapinya, maka dengan menyelesaikan segala masalah menggunakan jasa pengacara perceraian adalah keputusan yang sangat tepat.
Hukum Perceraian di Indonesia
Hukum perceraian di indonesia adalah seperangkat hukum atau aturan yang di muat dalam suatu catatan yang telah disahkan oleh negara. Hukum perceraian merupakan bagian dari hukum yang mengatur prosesi perceraian dari suatu keluarga. Hukum perceraian menjadi kerangka hukum yang adil dan teratur bagi sepasang suami-istri yang ingin mengakhiri hubungan mereka.
Hukum perceraian di Indonesia juga bertujuan untuk melindungai kepentingan dan kesejahteraan semua pihak terkait. Baik suami, istri, dan anak-anak, hukum perceraian akan mengatur semuanya agar menjadi adil. Terkait hukum perceraian di Indonesia, penulis telah merangkum hukum yang mengatur perceraian di Indonesia:
Berikut Hukum Perceraian di Indonesia
- Pasal 39 UU Perkawinan: Perceraian dapat dilakukan berdasarkan talak (perceraian yang diajukan oleh suami) atau gugat (perceraian yang diajukan oleh istri).
- Pasal 40 UU Perkawinan: Suami dapat menggunakan talak raj’i (perceraian yang dapat dirujuk) atau talak bain (perceraian yang tidak dapat dirujuk) sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Pasal 19 UU Perkawinan: Dalam perkawinan, suami dan istri saling memberikan nafkah, perlindungan, penghidupan yang layak, serta hak-hak dan kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai sosial.
- Pasal 116 UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama berwenang untuk memutuskan mengenai hak asuh anak, kunjungan, dan nafkah anak sesuai dengan kepentingan dan kesejahteraan anak.
- Pasal 117 UU Perkawinan: Dalam pembagian harta bersama setelah perceraian, Pengadilan Agama akan mempertimbangkan kepentingan suami, istri, dan anak-anak serta memberikan pembagian yang adil dan wajar.
- Pasal 116B UU Perkawinan: Perceraian dapat diajukan jika terdapat pernikahan yang tidak sah, salah satu pihak terlibat dalam tindakan kekerasan dalam rumah tangga, pengabaian tanggung jawab suami atau istri, atau terjadi perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan antara suami dan istri.
- Pasal 116C UU Perkawinan: Dalam perceraian yang diajukan oleh istri, Pengadilan Agama dapat memberikan kewenangan kepada penengah untuk melakukan upaya rekonsiliasi sebelum melanjutkan proses hukum perceraian.
- Pasal 116A UU Perkawinan: Dalam hal perceraian, Pengadilan Agama dapat memerintahkan suami untuk memberikan sementara kepada istri nafkah sementara selama persidangan berlangsung.
- Pasal 116D UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat menghentikan kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri jika istri telah melakukan perbuatan yang merusak atau melanggar kewajiban terhadap suami.
- Pasal 116E UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat menghentikan kewajiban istri untuk memberikan layanan rumah tangga kepada suami jika suami telah melakukan perbuatan yang merusak atau melanggar kewajiban terhadap istri.
- Pasal 119 UU Perkawinan: Setelah perceraian, istri yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan tidak memiliki sumber penghasilan yang cukup berhak atas nafkah dari suami sesuai dengan kemampuan ekonomi suami.
- Pasal 120 UU Perkawinan: Dalam hal perceraian, Pengadilan Agama dapat memberikan hak asuh anak kepada salah satu dari kedua orang tua atau membagi hak asuh secara bersama antara keduanya, berdasarkan kepentingan dan kesejahteraan anak.
- Pasal 124 UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat mengatur kunjungan antara orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh dengan anak yang berada di bawah hak asuh orang tua lainnya.
- Pasal 116F UU Perkawinan: Dalam hal perceraian, Pengadilan Agama dapat menentukan kewajiban pembayaran uang muka untuk biaya perkara yang ditanggung oleh suami atau istri.
- Pasal 116G UU Perkawinan: Dalam perceraian yang diajukan berdasarkan talak, suami wajib memberikan pernyataan tertulis kepada istri mengenai talak yang diucapkan dan menyerahkannya kepada Pengadilan Agama.
- Pasal 116H UU Perkawinan: Dalam perceraian yang diajukan berdasarkan gugat, istri wajib menyertakan gugatan tersebut dalam surat yang ditujukan kepada suami dan menyerahkan salinannya kepada Pengadilan Agama.
- Pasal 116I UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama berwenang untuk memutuskan mengenai pembagian harta yang merupakan harta bawaan masing-masing suami dan istri.
- Pasal 116J UU Perkawinan: Dalam perceraian, Pengadilan Agama dapat memberikan hak penggunaan rumah dan perlindungan bagi istri atau anak yang membutuhkan.
- Pasal 116K UU Perkawinan: Dalam kasus perceraian, Pengadilan Agama dapat memberikan sanksi atau teguran kepada suami atau istri yang melanggar putusan atau ketentuan hukum yang berkaitan dengan perceraian.
Ingin berkonsultasi mengenai perceraian di pengadilan negeri dan Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui Telepon/ WhatsApp 0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com