Pengertian Surat Keterangan Ghaib / Ghoib ?

Suami ghaib dalam istilah fikih disebut dengan al-Mafqud, sehingga dalam hukum Islam, cerai ghaib dikenal dengan cerai mafqud. Kata mafqud adalah orang yang pergi dari tempat tingggalnya dan tidak dapat diketahui apakah dia masih hidup atau telah meninggal dunia.

Menurut Wahbah Zuhaily, yang dimaksud ghaib dalam konteks ini adalah seorang wanita yang suaminya hilang dan tidak diketahui keadaan serta keberadaannya. Suami ghaib adalah orang yang hilang yang tidak ditemukan, apakah dia masih hidup sehingga tidak bisa dipastikan kedatangannya kembali atau apakah dia sudah mati sehingga kuburannya dapat diketahui. Hal ini tentu saja akan menyulitkan kehidupan istri yang ditinggalkan, terutama bila suami tidak meninggalkan nafkah bagi kehidupannya dan anak-anaknya

Kemudian, dikutip dari Dirjen Badilag (Mahkamah Agung RI)gugatan cerai ghoib atau cerai talak ghaib adalah gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Agama oleh seorang penggugat/pemohon untuk menggugat cerai tergugat/termohon, dimana sampai dengan diajukannya gugatan tersebut, alamat maupun keberadaan tergugat/termohon tidak jelas atau tidak diketahui.

Dan Surat keterangan  Ghaib adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh pihak kelurahan dimana pihak pemohon bertempat tinggal yang didalamnya berisi keterangan seorang suami/ isteri yang sudah tidak diketahui keberadaan/ alamatnya saat ini di Indonesia.

Surat keterangan ini nantinya membantu hakim yakin bila suami-nya ibu saat ini sudah tidak diketahui keberadaannya sehingga ibu mengajukan gugatan cerai tanpa mengetahui alamat suami.

Untuk mengurus surat keterangan ghaib ini di keluargan, maka syarat yang biasa diperlukan adalah :

  1. KTP Isteri;
  2. KTP Suami bila ada;
  3. KK (Kartu Keluarga);
  4. Surat Pengantar Untuk Membuat Surat Ghaib ke Kekelurahan.

 

Tergugat yang Tidak Diketahui Keberadaannya

Karena ini merupakan perkara gugatan cerai antara suami dan istri yang beragama Islam, maka kami merujuk pada Pasal 73 UU Peradilan Agama yang berbunyi:

  1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
  2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
  3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Dari peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa gugatan perceraian yang diajukan oleh istri pada dasarnya dilakukan di tempat kediaman penggugat. Hal ini bertujuan untuk melindungi pihak istri.

Sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Peradilan Agama, KHI juga mengatur bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.

Kemudian, untuk menegaskan mengenai gugatan kepada suami ghaib (tidak diketahui keberadaannya), diatur juga dalam Pasal 20 ayat (2) PP 9/1975 sebagai berikut:

Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

Jadi pada dasarnya, dimanapun keberadaan tergugat atau jika tergugat tidak diketahui keberadaannya, UU Peradilan Agama, KHI, dan PP 9/1975 telah mengatur bahwa gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman istri (penggugat).

Letak Pengadilan Pengajuan Gugatan Cerai

 Letak Pengadilan untuk mengajukan gugatan cerai oleh isteri yang tidak mengetahui alamat suami dilakukan di Pengadilan wilayah domisili Penggugat.

 Dasar hukum yaitu  Pasal 20 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan yang menyebutkan :

” Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.

Pemeriksaaan Gugatan Cerai Ghaib dan Pemanggilan Para Pihak

Setelah adanya pengajuan gugatan, proses selanjutnya adalah pemeriksaan gugatan perceraian. Setiap kali diadakan sidang Pengadilan Agama yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugatatau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut. Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, dan apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui lurah atau yang sederajat.

Dalam Pasal 138 ayat (1) KHI dijelaskan bahwa jika tempat kediaman suami (tergugat) tidak jelas atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lain yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama.

Adapun menurut Pasal 138 ayat (2) KHI, pengumuman melalui surat kabar atau media massa dilakukan sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. Kemudian, tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 bulan.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 138 ayat (4) KHI, dalam hal sudah dilakukan panggilan dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak dan tidak beralasan. Peraturan dalam KHI ini serupa dengan yang diatur dalam Pasal 27 PP 9/1975.

Jadi, apabila pengadilan telah memanggil suami ghaib (tergugat) dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama, dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lain namun tergugat tidak juga hadir, maka gugatan cerai yang diajukan oleh istri diterima tanpa hadirnya tergugat. Hal tersebut dikenal dengan putusan verstek.

Jangka Waktu Proses Cerai Dengan Surat Keterangan Ghaib

Adapun jangka waktu proses cerai dengan surat keterangan ghaib adalah bisa mencapai 4 (empat) bulanan dengan estimasi :

  1. Pemanggilan media massa dilakukan sekitar 3 (tiga) bulan lamanya;
  2. Proses sidang cerai dapat memakan waktu 1 bulan lamanya.

Dasar hukum pemanggilan media massa diatur dalam Pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan :

  1. Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (2) (Tidak diketahui keberadaannya)panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat, kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan.
  2. Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
  3. Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
  4. Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2) dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.

 

 

Ingin berkonsultasi mengenai Perceraian di  Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp