Masa iddah (atau idah dalam KBBI) merupakan masa tunggu bagi seorang perempuan yang pisah dari suaminya. Penting untuk diketahui bahwa tiap masa iddah memiliki perbedaan waktu; masa iddah suami meninggal berbeda dari masa iddah karena cerai. Berikut paparan lengkapnya.

Pengertian Masa Iddah

Apa yang dimaksud dengan masa iddah? KBBI mendefinisikan iddah atau idah sebagai masa tunggu bagi perempuan yang berpisah dengan suami, baik karena ditalak maupun bercerai mati. Lebih lanjut, beberapa ulama memiliki tafsiran yang berbeda akan masa iddah.

Abdul Qadir Mansyur mengartikan masa iddah sebagai masa penantian seorang perempuan yang diceraikan atau ditinggal mati oleh suaminya. Kemudian, akhir dari masa iddah ini menurut Mansyur ditentukan dengan proses melahirkan, masa haid atau masa suci, atau dengan bilangan bulan.

Selanjutnya, A Rofiq menerangkan bahwa ulama dengan mazhab Hanafiyah dan Malikiyah memiliki perbedaan arti perihal masa iddah. Ulama Hanafiyah menerangkan bahwa iddah adalah ketentuan masa penantian bagi seorang perempuan untuk mengukuhkan status pernikahan yang bersifat material, seperti memeriksa kehamilan atau untuk menjaga kehormatan suami.

Sementara itu, Ulama Malikiyah mengartikan iddah sebagai masa kosong yang harus dijalani seorang perempuan. Dalam masa ini, perempuan dilarang kawin sebab sudah ditalak atau ditinggal mati sang suami.

 

Berdasarkan hukum positif di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), iddah berarti masa tunggu. Pemberlakukan masa iddah ditetapkan berdasarkan jatuhnya putusan pengadilan atau tanggal kematian suami.

Iddah dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai  “bilangan”. Artinya apabila bicara mengenai iddah, maka sama dengan berbicara tentang bilangan kurung wantu seperti hari, bulan atau tahun.
Imam Zainuddin Al Malibiri dalam kitabnya Fathul Mu’in menjelaskan Iddah diartikan Jangka waktu dimana seorang perempuan menahan diri (menunggu) agar dapat diketahui rahimnya itu bebas dari hamil atau karena alasan ta`abbud.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Iddah dapat diartikan sebagai “waktu tunggu”. Pasal 153 KHI telah mengatur mengenai masa tunggu bagi mantan isteri/ janda, yaitu :
  1.  Perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari:
  2. Perkawinan putus karena perceraian,waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;
  3. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
  4. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Perlu diketahui, bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya, Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.

Untuk waktu tunggu bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu haid. Namun apabila keadaan bukan karena menyusui, maka masa iddahnya selama 1 (satu) tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia haid kembali, maka iddahnya menjadi 3 (tiga) kali waktu suci.

Permasalahannya kemudian adalah bila masa iddah ditentukan dengan batasan tiga kali suci tanpa bisa dipastikan bilangan waktunya, lalu bagaimana cara menghitung masa iddah tiga kali suci? Kapan seorang perempuan dinyatakan belum atau telah selesai menjalani masa iddah tiga kali suci? Dalan hal ini para ulama fiqih memberikan patokan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan seorang perempuan telah menyelesaikan masa iddahnya. Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Nihâyatuz Zain juga ulama Syafi’iyah lainnya dalam kitab mereka memberi patokan yang dapat digunakan untuk menghitung masa iddah sebagai berikut:

فَإِن طلقت طَاهِرا وَقد بَقِي من الطُّهْر لَحْظَة انْقَضتْ الْعدة بالطعن فِي حَيْضَة ثَالِثَة أَو طلقت حَائِضًا وَإِن لم يبْق من زمن الْحيض شَيْء فتنقضي عدتهَا بالطعن فِي حَيْضَة رَابِعَة إِذْ مَا بَقِي من الْحيض لَا يحْسب قرءا قطعا

Artinya: “Apabila seorang perempuan dicerai dalam keadaan suci dan masih tersisa sedikit waktu dari masa suci itu maka masa iddahnya berakhir pada saat masuk masa haid yang ketiga. Atau bila ia dicerai dalam keadaan haid, meskipun tidak tersisa sedikitpun masa haid, maka iddahnya berakhir pada saat masuk masa haid yang keempat, karena masa haid yang tersisa pada saat dicerai secara pasti tidak dihitung sebagai masa suci.” (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihâyatuz Zain, [Bandung: Al-Ma’arif, tt], halaman 328).

Dari uraian Syekh Nawawi di atas bisa diambil satu simpulan bahwa ketika seorang perempuan dicerai suaminya dalam keadaan suci maka masa iddahnya akan berakhir pada saat pertama kali darah keluar di masa haid yang ketiga sejak jatuhnya cerai. Ini bisa digambarkan sebagai berikut:

  • Seorang perempuan dicerai pada tanggal 1 Januari pada saat ia sedang dalam masa suci atau sedang tidak haid. Kondisi ini dihitung sebagai masa suci yang pertama.
  • Pada tanggal 6 sampai 20 Januari ia mengalami haid. Ini adalah haid pertama sejak terjadinya perceraian. – Pada tanggal 21 Januari sampai 5 Februari ia masuk pada masa suci yang kedua.
  • Pada tanggal 6 sampai 20 Februari ia kembali haid untuk yang kedua kalinya.
  • Pada tanggal 21 Februari sampai 5 Maret ia kembali suci untuk yang ketiga kali.
  • Pada tanggal 6 Maret pukul 08.00 WIB keluar darah haid. Pada saat ini ia masuk pada haid yang ketiga kali sejak terjadinya perceraian. Pada saat ini pula masa iddahnya telah selesai.

Dengan kondisi seperti di atas masa iddah tiga kali suci akan terlewati dalam kisaran waktu kurang lebih sembilan puluh hari. Ini bisa terjadi apabila perempuan yang dicerai itu mengalami siklus haid yang normal sebagaimana  batasan yang disampaikan Syekh Salim Al-Hadlrami di atas.

Apabila perempuan yang dicerai mengalami siklus haid yang tidak normal di mana masa sucinya sangat panjang maka bisa jadi masa iddahnya akan jauh lebih lama.

 

Aisah & Partners Law Firm hadir untuk membantu Anda dengan layanan konsultasi Pengacara Perceraian  yang profesional dan terpercaya silahkan hubungi kami  melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108  atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp