Dalam masyarakat kontemporer, struktur keluarga dan peran orang tua telah mengalami evolusi yang signifikan. Salah satu aspek yang mencerminkan perubahan itu adalah dalam konteks gugatan hak asuh anak, khususnya yang diajukan oleh ayah. Masalah ini telah menjadi perdebatan hangat di kalangan hukum dan sosial, yang menandakan adanya pergeseran mengenai peran laki-laki dan perempuan dalam membesarkan anak.

Di Indonesia, konsep hak asuh yang dilakukan oleh ayah sudah semakin lazim dan

menjadi diskusi publik dan hukum, khususnya dalam kasus perceraian. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana hukum menafsirkan dan menerapkan prinsip keadilan, kesetaraan dan terutama kepentingan terbaik bagi anak. Munculnya gugatan hak asuh anak yang diajukan oleh ayah mencerminkan perjuangan untuk menyeimbangkan antara norma-norma sosial yang berlaku dengan kebutuhan untuk mengakui hak-hak ayah dan kemampuan untuk memberikan pengasuhan yang layak bagi anak-anaknya.

Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap anak memiliki hak-hak yang telah ditetapkan, yaitu diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali terdapat alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu demi kepentingan terbaik bagi anak dan ini menjadi upaya terakhir. Hal ini memperjelas kepentingan terbaik bagi anak harus diutamakan dalam semua urusan yang berkaitan dengan anak, termasuk masalah hak asuh. Klausul ini memberikan kesempatan kepada ayah untuk menuntut hak asuh atas anak, meskipun salah satu orang tua tidak terlalu diuntungkan.

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 102 K/SIP/1973 secara jelas menyatakan bahwa pemberian hak asuh anak diberikan kepada ibu kandung, terutama bagi anak yang masih dibawah umur, kecuali ibu kandungnya terbukti memiliki sikap tak wajar dalam pola mengasuh anak. Selanjutnya menurut Yurisprudensi MA Nomor 110 K/AG/2007, juga menyatakan pertimbangan utama dalam masalah pengasuhan anak adalah demi kebaikan dan kepentingan si anak, buka semata-mata siapa yang paling berhak. Meskipun si anak usianya belum 7 tahun, tapi ibu kandungnya sering bepergian ke luar negeri, sedangkan selama ini terbukti si anak bisa hidup lebih tenang dan tentram bersama ayahnya, maka demi kebaikan si anak, hak pemeliharaannya diserahkan kepada ayah kandungnya.

Kedua Yurisprudensi di atas memberikan preseden hukum, dimana Mahkamah Agung memutuskan bahwasanya hak asuh anak dapat diberikan kepada ayah, mengingat faktor-faktor kesejahteraan, kestabilan emosional, dan kemampuan ayah dalam memberikan pendidikan dan perlindungan terhadap anak.

Hal itu juga diperkuat dengan terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2017 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan, untuk memberikan hak asuh anak di bawah umur dapat diberikan kepada ayah kandung sepanjang pemberian hak itu memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak dengan mempertimbangkan kepentingan, keberadaan, dan keinginan si anak pada saat proses perceraian.

Hak asuh anak merupakan salah satu akibat dari terjadinya perceraian. Oleh karena itu, apabila terjadi perceraian dan para pihak yang bercerai sama-sama menginginkan hak asuh anak, maka hakim akan memutus siapa pihak orang tua yang paling berhak untuk mendapatkan hak asuh anak ketika terjadi perceraian.

Dalam prakek, apabila terjadi perceraian, umumnya penentuan hak asuh anak diukur dari umur anak. Artinya, apabila anak masih dibawah umur, maka hak asuh anak kemungkinan besar akan jatuh ke ibu dari anak tersebut.

Banyak dasar hukum yang menjelaskan anak dibawah umur tersebut sebaiknya hak asuhnya jatuh kepada ibu dari anak, seperti :

Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjelaskan anak yang masih usia dibawah 12 (dua belas) tahun merupakan hak ibunya.

Namun walau menjadi hak ibunya tersebut, pengadilan memiliki kewajiban tetap memberikan pertimbangan hukum agar orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak atau hadhanah tersebut untuk dapat diberi akses untuk bertemu dan berkomunikasi dengan anak, seperti yang tertulis di Kumpulan Rumusan Rapat Pleno Kamar Agama 2012 s/d 2019, SEMA No. 1 Tahun 2017 poin 4 :

“ Dalam amar penetapan hak asuh anak (hadhanah) harus mencantumkan kewajiban pemegang hak hadhanah memberi akses kepada orangtua yang tidak memegang hak hadhanah untuk bertemu dengan anaknya. Dalam pertimbangan hukum, majelis hakim harus pula mempertimbangkan bahwa tidak memberi akses kepada orangtua yang tidak memegang hak hadhanah dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan pencabutan hak hadhanah. “

Dengan demikian, hak asuh anak (hadhanah) yang diberikan oleh ibu dari anak tidak sepenuhnya mutlak karena pihak ayah tetap wajib diberi akses untuk bertemu dan berkomunikasi dengan anaknya.

Apabila ibu dari anak sebagai pemegang hak asuh tidak memberi hak akses, maka ayah dari anak yang tidak memegang hak asuh memiliki hak untuk mengajukan gugatan pencabutan hak asuh anak.

Apakah seorang ayah berhak mendapatkan hak asuh anak ?

Dalam praktek tidak selamanya hak asuh anak akan jatuh ke ibu dari anak. Namun hak asuh anak juga dapat juga beralih ke ayah dari anak.

Setidaknya terdapat beberapa dasar hukum yang dapat dijadikan dasar sehingga hak asuh anak tersebut dapat beralih dari ibu ke ayah, seperti SEMA No. 1 Tahun 2017, Rumusan Kamar Perdata Poin d yang menyebutkan :

“ Hak ibu kandung mengasuh anak di bawah umur setelah terjadi perceraian dapat diberikan kepada ayah kandung sepanjang pemberian hak tersebut memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak dengan juga mempertimbangkan kepentingan / keberadaan / keinginan si anak pada saat proses perceraian.”

Selain itu, dalam Pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan :

“ Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.”

Walau berdasarkan dasar hukum diatas hak asuh anak dapat beralih ke pihak ayah, namun dalam praktek sangat sulit dilaksanakan, hal ini dikarenakan pihak ayah memiliki kewajiban membuktikan dihadapan majelis hakim sesuai ketentuan diatas.

Namun, dalam mengajukan gugatan hak asuh anak, ayah harus menunjukkan bahwasanya ia dapat menyediakan lingkungan yang stabil dan kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan termasuk:

  1. Kemampuan Finansial : Ayah harus memiliki kemampuan finansial yang baik untuk menyediakan kebutuhan fisik dan pendidikan anak;
  2. Kondisi Emosional dan Psikologis : Ayah harus memiliki kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan psikologis;
  3. Lingkungan Rumah : Ayah harus memberikan/menyediakan lingkungan rumah yang baik untuk pertumbuhan anak;
  4. Hubungan antara Ayah dan Anak : harus adanya kedekatan emosional dan ikatan antara Ayah dan Anak.

Dengan terpenuhinya faktor-faktor tersebut di atas, sangat dimungkinkan adanya suatu putusan hak asuh anak dapat diberikan kepada ayah. Hal ini mendorong pandangan bahwa ayah juga memiliki peran penting dalam pengasuhan anak, melawan stigma yang seringkali mengasosiasikan peran pengasuhan dengan ibu saja.

Adanya berbagai peraturan dan perundangan yang sudah disebutkan diatas menegaskan bahwa ayah dapat memiliki hak yang setara untuk menggugat hak asuh anak. Keputusan hak asuh anak harus selalu diambil dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi si ana, dengan pertimbangan yang objektif dan bebas dari prasangka gender. Hal ini dapat memastikan pertumbuhan bagi anak dalam lingkungan yang mendukung, baik bersama ibu maupun Ayah.

Simak syarat agar hak asuh anak jatuh ke tangan ayah.

Cara Agar Hak Asuh Anak Jatuh ke Tangan Ayah

  1. Membuktikan bila hak asuh anak jatuh ke pihak ibu akan berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak;
  2. Membuktikan bila kepentingan / keberadaan / keinginan anak sendiri yang menginginkan di ayahnya;
  3. Membuktikan keselamatan jasmani dan rohani lebih terpenuhi bila hak asuh anak jatuh ke ayah anak.

 

 

Aisah & Partners Law Firm hadir untuk membantu Anda dengan layanan konsultasi pengacara yang profesional dan terpercaya silahkan hubungi kami  melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108  atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp