Mengenai harta waris khususnya untuk suami istri telah disebutkan pada Pasal 171 huruf e KHI sebagai berikut:
“Harta waris adalah harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat”.
Pada dasarnya terdapat 2 harta dalam perkawinan :
1. Harta Bawaan
Harta bawaan adalah harta yang dimiliki oleh masing-masing baik suami maupun istri sebelum pernikahan. Harta ini juga dibawah penguasaan maksudnya adalah harta bawaan dimiliki oleh pribadi dan mempunyai hak sepenuhnya pada harta yang dimiliki. (Pasal 35-36 UU Perkawinan)
2. Harta Bersama
Harta bersama adalah harta yang diperoleh bersama antara suami dan istri dengan melakukan perjanjian/persetujuan terlebih dahulu selama masa pernikahan. (Pasal 119 KUHPer)
Jika sebelumnya ada perjanjian/persetujuan untuk pemisahan harta, maka suami tidak mendapatkan harta waris dari istri, serta harta waris dari pihak istri diberikan kepada ahli warisnya dan ini berlaku bagi kasus cerai. Namun, untuk istri yang sudah meninggal berbeda lagi, menurut Pasal 85 KHI bahwa “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri”. Meskipun suami tetap berpegang teguh pada pemisahan harta, ia tetap akan mendapatkan harta waris sesuai dengan pasal 171 KHI dan pembagian hartanya menurut Pasal 96 KHI menyebutkan “Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama”.
Jika terdapat perjanjian/persetujuan dalam harta bersama sebelumnya, maka si suami tetap akan mendapatkan harta waris dari istri.
Pembagian hak atas harta waris menurut pasal 174 KHI dibagi menjadi 2 :
- Hubungan sedarah. Terdapat 2 golongan sedarah, diantaranya ialah glongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. Dan golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak: perempuan, saudara perempuan dari nenek
- Hubungan pernikahan. Karena ditinggal isteri atau suami menjadi duda atau janda
Maka suami tetap berhak mendapatkan warisan jika isteri meninggal dunia sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam, hal ini berlaku bagi pasangan muslim.
Harta Bersama Dianggap Bubar karena Kematian
Lalu, dalam kondisi apa harta bersama dianggap bubar? Menurut Pasal 126 KUH Perdata, harta bersama bubar demi hukum salah satunya karena kematian.
Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam hal istri meninggal, maka suami berhak atas separuh harta bersama sebagai bagian miliknya, sedangkan sisanya menjadi harta yang diwariskan kepada ahli waris istri.
Dengan kata lain, dalam hal istri pewaris meninggalkan anak, maka suami tidak dibenarkan menguasai 100% harta yang ditinggalkan. Sebab, harta tersebut harus dibagikan kepada seluruh ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya.
Namun demikian, patut diperhatikan bahwa ketentuan di atas tidak berlaku jika kedua belah pihak semasa hidupnya pernah memperjanjikan pisah harta bersama atau menggabungkan harta bawaan di dalam suatu perjanjian perkawinan.
Ahli Waris dan Besaran Warisan Menurut KUH Perdata
Pada dasarnya, pihak-pihak yang berhak menjadi ahli waris menurut Pasal 832 KUH Perdata adalah:
- keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan; dan
- suami atau istri yang hidup terlama.
Bila keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu
Hal ini menunjukkan, prinsip dari pewarisan menurut KUH Perdata adalah adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau istri dari pewaris.
Kemudian, terkait bagian waris anak atau keturunannya, Pasal 852 KUH Perdata mengatur ketentuan sebagai berikut.
Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orang tua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi sebagai pengganti.
Suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya merupakan ahli waris golongan I. Kemudian, jika suami meninggal tanpa meninggalkan wasiat, maka harta yang ia miliki akan dibagikan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan dalam KUH Perdata.
Konsultasi dengan jasa pengacara Aisah & Partners Law Firm seputar pengurusan pembagian warisan atau sengketa pembagian warisan melalui Telepon/ WhatsApp 0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com