Salah satu cara yang digunakan dalam hukum Islam untuk memperoleh harta
adalah hibah. Proses penghibahan dalam hukum Islam tidak bisa dilepaskan dari
batasan harta yang dihibahkan. Fenomena di masyarakat terkadang terjadi dualisme
hukum yang kontradiksi antara hukum dalam teori dan hukum dalam praktek.
Fenomena di masyarakat banyak orang yang menghibahkan hartanya kepada anak
angkatnya dengan semua harta yang dimilikinya di depan Notaris. Hal ini menjadi
sebuah persoalan tentang posisi anak angkat yang diartikan sebagai orang lain dan
diartikan bukan sebagai ahli waris dan dapat dianggap sebagai orang asing yang dapat menerima hibah semua harta

Mengenai konsep benda yang dihibahkan, bahwasannya benda meliputi segala macam yang wujud atau tidak ada ditempat (al-ma’dūm). Prinsipnya, semua benda atau hak yang dapat diperjualbelikan, maka dapat dihibahkan. Dalam konteks sekarang ini, seseorang mempunyai kekayaan bisa dalam berbentuk saham sebagai surat bukti bahwa ia memiliki benda yang diterangkan dalam surat tersebut.

Hibah ke Anak Angkat

Meskipun dirasa kurang adil seumpama anak angkat mengasuh orang tua angkat dan orangtua angkat tersebut ingin memberikan seluruh hartanya kepadanya, hak keadilan yang ia miliki itu dibatasi karena penerimaan hibah telah termaktub dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

Penerimaan hibah juga telah termaktub pada Pasal 210 KHI ayat (1) yang menyatakan bahwa “Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya ⅓ harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.

Ini sudah sangat jelas bahwa hibah tidak bisa lebih dari ⅓ dari harta yang dimiliki penghibah. Pemberian hibah juga tidak diwajibkan orangtua angkat kepada anak angkat, namun anak angkat masih memiliki hak dalam wasiat wajibah.

Berdasarkan Pasal 209 ayat (2) KHI menyatakan bahwa “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyak-nya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.” Maka, pemberian hibah kepada anak angkat tidak bisa diberikan seluruh harta yang dimiliki oleh orangtua angkat.

 

 

 

Konsultasi dengan jasa pengacara  Aisah & Partners Law Firm  seputar pengurusan pembagian warisan atau sengketa pembagian warisan atau terkait hibah silahkan hubungi kami  melalui  Telepon/ WhatsApp  0877- 5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp