PNS adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan PNS harus ditunjang oleh kehidupan yang serasi, sejahtera, dan bahagia, sehingga setiap PNS dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya. Namun tidak dapat dipungkiri permasalahan dalam rumah tangga yang terjadi secara terus-menerus bisa menyebabkan terjadinya perceraian bagi PNS.

1.  PNS harus memiliki salah satu alasan yang sah untuk melakukan perceraian :

  •    Salah satu pihak berbuat zina Hal ini dibuktikan dengan Putusan Pengadilan, surat pernyataan sekurang-kurangnya 2 (dua) saksi yang telah dewasa yang melihat perzinaan tersebut yang diketahui Camat, atau perzinaan diketahui oleh salah satu pihak (suami atau istri) dengan tertangkap tangan;
  • Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sulit disembuhkan  Hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan sekurang-kurangnya 2 (dua) saksi yang telah dewasa yang mengetahui perbuatan tersebut yang diketahui Camat atau surat keterangan dari dokter atau polisi yang menerangkan berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti bahwa salah satu pihak (suami atau istri) telah menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sulit disembuhkan;
  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/ kemauannya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/ Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat
  • Salah satu pihak mendapat hukuman pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung. Hal ini dibuktikan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Kepala Kelurahan/ Kepala Desa, yang disahkan oleh pejabat yang berwajib serendah-rendahnya Camat; dan
  • Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga.

2.   PNS harus sudah dibina di instansinya

Sebelumnya PNS harus melaporkan kepada atasannya bahwa akan mengajukan permintaan izin perceraian. Apabila berkedudukan sebagai Penggugat, PNS mendapatkan surat izin untuk melakukan perceraian. Apabila berkedudukan sebagai Tergugat, PNS mendapatkan surat keterangan untuk melakukan perceraian. Menindaklanjuti surat permintaan izin perceraian PNS, setiap atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian harus berusaha merukunkan kembali suami istri tersebut. Pembinaan perceraian menghadirkan kedua belah pihak, bisa bergantian atau bersama-sama dalam bentuk tanya jawab terbuka untuk mengetahui latar belakang perceraian, usaha yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak untuk mencegah terjadinya perceraian, dan sekaligus atasan dapat memberikan saran-saran supaya perceraian tidak dilanjutkan. Setelah pembinaan, atasan sebaiknya memberikan tenggang waktu bagi kedua belah pihak untuk melakukan mediasi, sebelum dilakukan pembinaan kembali. Apabila memang tidak bisa dirukunkan, maka permintaan izin perceraian tersebut segera dilaporkan kepada Pejabat Yang berwenang, dalam hal ini Gubernur  melalui Kepala BKD

3.  PNS harus mempunyai izin dari Pejabat Yang Berwenang

Gubernur DIY melalui Kepala BKD DIY akan memroses izin untuk melakukan perceraian dengan waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak menerima laporan dari kepala instansi. Permohonan izin dapat dikabulkan atau ditolak setelah Gubernur  melalui Tim Penetapan Hukum PNS melakukan pembinaan kepada kedua belah pihak dengan mempertimbangkan:

  1. Alasan-alasan yang dikemukakan PNS dalam surat permintaan izin perceraian dan lampiran-lampirannya
  2. Pertimbangan yang diberikan oleh atasan PNS tersebut; dan
  3. Keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan PNS yang mengajukan permintaan izin perceraian.

Pemberian izin ditolak atau tidak dikabulkan apabila:

  1. Bertentangan dengan ajaran/ peraturan agama yang dianutnya/ kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Tidak ada alasan yang sah untuk melakukan perceraian;
  3. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/ atau
  4. Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.

PNS harus mendapatkan izin untuk melakukan perceraian (Penggugat) atau surat keterangan untuk melakukan perceraian (Tergugat). Apabila tidak, maka risiko yang harus dipertanggungjawabkan adalah PNS dapat dijatuhi hukuman diisplin tingkat berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, karena melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, dan Pasal 3 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Selain itu, setelah PNS memperoleh izin untuk melakukan perceraian, apabila telah putus perceraiannya berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap, wajib melaporkan perceraianya secara hierarki selambat-lambatnya 1 (satu) bulan, terhitung mulai tanggal perceraian tersebut. Apabila PNS tidak melaporkan perceraiannya, maka juga dapat dijatuhi hukuman diisplin tingkat berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Dibawah ini kami dari Aisah & Partners Law Firm  memberikan gambaran proses dan prosedur yang perlu ditempuh oleh seorang yang berprofesi sebagai PNS untuk mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan, yaitu sebagai berikut :

1. Mengurus Surat izin cerai PNS dari atasan

Sebelum mengajukan gugatan / permohonan cerai ke Pengadilan, maka tahap pertama yang dilakukan oleh seorang PNS yang ingin mengurus perceraian adalah “mengurus surat izin atasan”.

Surat Izin atasan adalah surat persetujuan dari atasan PNS yang dimana memberikan Izin kepada PNS untuk mengurus perceraian di Pengadilan.

Dalam Pasal 3 PP No. 10/1983 yang telah diubah menjadi PP No. 45/1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS menyebutkan :

” Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat (atasan).

Adapun prosedur dan syarat mendapatkan izin dari atasan PNS umumnya dilakukan sebagai berikut :

  1. Pihak PNS terlebih dahulu mengajukan surat permohonan izin perceraian ke atasannya secara tertulis dilengkapi dengan alasan-alasannya;
  2. Apabila surat tersebut telah diterima, maka tahap selanjutnya pihak atasan memanggil PNS yang ingin bercerai untuk meminta penjelasannya;
  3. Pihak atasan selanjutnya akan mengatur jadwal mediasi terlebih dahulu antara pihak PNS yang ingin bercerai dengan pasangannya untuk didamaikan oleh atasan;
  4. Apabila pihak atasan melihat pihak PNS dan pasangannya sudah tidak dapat didamaikan, maka atasan barulah mengeluarkan Surat Izin Perceraian PNS tersebut.

2. Melengkapi syarat perceraian PNS di Pengadilan

Tahap kedua dilakukan setelah mendapatkan surat izin cerai PNS adalah melengkapi syarat-syarat pengurusan perceraian ke Pengadilan, yaitu :

  1. Surat gugatan / permohonan cerai yang ditujukan ke Pengadilan;
  2. KTP pihak Penggugat / Pemohon;
  3. Alamat lengkap Tergugat / Termohon;
  4. Buku Nikah dari KUA (Untuk Muslim);
  5. Akta Perkawinan dari Disdukcapil (Untuk Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu);
  6. Surat Izin cerai PNS dari atasan;
  7. Akta Kelahiran Anak dan Kartu Keluarga (KK) (untuk meminta hak asuh anak).
  8. Siapkan 2 (dua) orang saksi dari keluarga atau orang terdekat.

3. Mendaftarkan gugatan perceraian di Pengadilan

Tahap ketiga dilakukan setelah syarat-syarat lengkap adalah mendaftarkan gugatan / permohonan cerai ke Pengadilan.

Terdapat perbedaan antara perceraian muslim dan non muslim (krsiten, katolik, hindu, budha dan kongkucu).

Perceraian Islam

Untuk yang pencatatan perkawinannya di KUA (Kantor Urusan Agama), gugatan cerai diajukan di Pengadilan Agama tempat tinggal isteri.

Contoh : apabila isteri bertempat tinggal di Jakarta Selatan, maka permohonan cerai talak suami diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Perceraian Non Muslim

Untuk yang pencatatan perkawinannya dilakukan di Disdukcapil, maka gugatan cerai diajukan di pengadilan tempat tinggal pihak yang digugat cerai (Tergugat).

Contoh : apabila pihak isteri bertempat tinggal di Jakarta Barat dan suami bertempat tinggal di Jakarta Utara, maka gugatan cerai yang diajukan pihak isteri sebagai Penggugat adalah di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebagaimana tempat tinggal suami yaitu Tergugat saat ini.

4. Berapa lama proses cerai PNS di Pengadilan ?

Apabila gugatan cerai telah terdaftar ke pengadilan, maka tahap selanjutnya pihak Penggugat dan yang digugat cerai (Tegugat) tinggal menunggu jadwal sidang yang biasanya sekitar 2 (dua) s/d 3 (tiga) minggu setelah pendaftaran dilakukan.

Proses cerai berlangsung di Pengadilan hingga keluar akta cerai yaitu sekitar 3 (tiga) s/d 4 (empat) bulan apabila tidak ada upaya hukum dari masing-masing pihak.

5. Kewajiban Pembagain gaji PNS terhadap mantan isteri dan anaknya

Apabila pihak yang mengajukan cerai dari pihak PNS, maka PNS tersebut dilekati kewajiban sebagaiamana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti :

  1. Pihak PNS wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan matan isteri dan anak-anaknya;
  2. Apabila terdapat anak, maka 1/3 (sepertiga) gaji PNS diberikan kepada mantan isteri dan 1/3 (sepertiga) gajinya untuk anak-anaknya;
  3. Apabila tidak terdapat anak, maka setengah gaji milik PNS wajib diserahkan kepada mantan isterinya.

 

 

 

 

 

Ingin berkonsultasi mengenai perceraian di pengadilan negeri dan Pengadilan Agama, silahkan hubungi kami Aisah & Partners Law Firm melalui  Telepon/ WhatsApp  0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com

Call Now
WhatsApp