Kasus perceraian beda agama di Indonesia bukanlah fenomena baru. Secara yuridis formal, suatu perkawinan pasti akan ada istilah putus perkawinan yang dapat disebabkan oleh tiga peristiwa: pertama, kematian; kedua, perceraian; dan ketiga, perintah pengadilan
Apabila mengacu pada Pasal 49 ayat (1) Peradilan Agama, maka disebutkan :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- Perkawinan;
- Kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
- Wakaf dan shadaqa.
Dari uraian UU Pengadilan agama tersebut diatas, maka pengadilan agama hanya berwenang memutus perkara perceraian yang melibatkan orang-orang yang beragama Islam. Namun bagaimana bila orang tersebut dahulu beragama islam dan menikah dicatatkan di KUA, tetapi beberapa tahun setelah menikah memutuskan untuk pindah agama islam. Apakah pengadilan agama masih berhak memutus perceraian-nya ?
Bahwa dikarenakan pernikahan / perkawinan yang dilakukan A dan B dilaksanakan secara Islam dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), maka menurut hukum yang dapat memutus perceraian A dan B adalah tetap Pengadilan Agama.
Bahwa Hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI Tahun 2005 Bagian C Bidang Badilag angka 3 huruf (a) menyatakan :
“ Peradilan Agama berwenang mengadili seseorang (pihak) yang sudah murtad, karena yang menjadi ukuran untuk menentukan berwenang atau tidaknya Peradilan Agama adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan dan bukan berdasarkan agama yang dianut pada saat sengketa terjadi.”
Bahwa selain itu Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 726 K/Sip/ 1976 menyatakan :
“ Penyelesaian sengketa perkawinan (perceraian) ditentukan berdasarkan hubungan hukum pada saat perkawinan, bukan agama yang dianut para pihak pada saat sengketa terjadi, sehingga penerapan asas personal keIslaman didasarkan pada hubungan hukum yang melandasi terjadinya sengketa.”
Kemudian, dalam beberapa Putusan Pengadilan seperti Perkara Nomor : 2269/Pdt.G/2012/PA.Sby di Pengadilan Agama Surabaya juga pernah memutus perkara dimana suami dan isteri telah beragama Kristen. Namun dikarenakan Perkawinan mereka dilangsungkan secara Islam dan dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), maka Pengadilan Agama Surabaya berwenang mengadili, memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Dalam perkara perceraian dimana salah satu pihak murtad, maka ratio decidenci (pertimbangan hakim) merupakan salah satu faktor penting dalam memutuskan perkara sesuai dengan putusan hakim dalam Pengadilan Agama. Dalam hal ini banyak pengadilan agama banyak menangggani kasusu perceraian yang terdapat dalam putusan dengan Putusan Nomor: 0166/Pdt.G/2017/PA.Bdg. dan Putusan Nomor : 15/Pdt.G/2017/PA.Kras. dua kasus perceraian yang terjadi antara penggugat dan tergugat namun berbeda agama. Pasangan yang memutuskan untuk tunduk pada agama salah satu pasangan pasti ada dampaknya ialah, jika pasangan memilih untuk memeluk agama yang berbeda dari Islam, pernikahan akan dilakukan menurut aturan agama itu dan akan didokumentasikan di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil. Sedangkan jika pasangan tersebut memeluk agama Islam, maka pernikahan akan diputuskan menurut hukum Islam dan didokumentasikan di Kantor Urusan Agama (KUA). Jika terjadi perceraian, maka akan diputuskan oleh Pengadilan Agama.
Dengan adanya perceraian tersebut harus terpenuhinya syarat-syarat yang telah dicantumkan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 6 dan 7. Maka dibenarkan adanya suatu perceraian dengan alasan-alasan yang telah dicantumkan oleh Undang-Undang perkawinan berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan Perceraian yang sebagaimana dimaksud dalam KHI pasal 116 diperbolehkan karena:
- Salah satu pihak melakukan perzinahan, atau berubah menjadi pemabuk,pemalak, perjudi, dll, yang sangat sulit untuk diperbaiki.
- Selama dua tahun berturut-turut, salah satu pasutri meninggalkan pihak lain tanpa izin.
- Salah satu pihak dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau peaniayaan terhadap pihak lain.
- Salah satu pasangan karena cacat atau penyakit menular sehingga tidak terpenuhinya tugasnya sebagai pasangan suami istri.
- Antara suami istri terus-menerus berselisih dan bertengkaran sehingga tidak ada harapan lagi untuk kehidupan yang harmonis.
- Suami mengingkari taklik talak.
- Perpindahan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Dari pihak istri juga dapat mengajukan gugatan cerai kepada suami melalui pengadilan, dengan alasan sebagai berikut:
1. Suami yang telah mengingkari taklik talak.
2. Khuluk, istri meminta cerai dengan membayar uang iwald.
3. Fasakh, adalah istri yang meminta cerai karena suami memiliki penyakit, suami miskin atau suami hilang.
4. Syiqaq, yaitu istri yang mengajukan gugatan cerai karena suami istri selalu bertengkar sehingga tidak dapat diselesaikan oleh keduanya.
Terkait ketentuan perceraian yang tertera dalam pasal 116 KHI disebutkan dalam huruf (h) bahwa pindah agama atau murtad merupakan salah satu alasan penyebab perceraian. Sementara pasal sebelumnya dalam PP No. 9 tahun 1975 tidak di cantumkan bahwa perpindahan agama dapat dijadikan pembenaran dalam perceraian. Meskipun kemurtadan dalam pasal tersebut berfungsi sebagai acuan terhadap adanya perselisihan dan pertengkaran, namun itu hanya lah sebagai salah satu alasan perceraian. Sesuai penerapan pada Pasal 116 KHI (Kompilasi Hukum Islam) oleh hakim Pengadilan Agama,
hal ini wajar mengingat adanya perbedaan agama sebagai hal yang paling pokok dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, perbuatan murtad yang dilakukan oleh suami tentunya dapat mengakibatkan sang istri mengalami tekanan mental yang nantinya dapat mengakibatkan kurang harmonisnya rumah tangga, oleh karenanya perbuatan murtad dapat dijadikan dasar yang kuat untuk putusnya suatu perkawinan.
Aisah & Partners Law Firm hadir untuk membantu Anda dengan layanan konsultasi Pengacara yang profesional dan terpercaya silahkan hubungi kami melalui Telepon/ WhatsApp 0877-5777-1108 atau Email aisahpartnerslawfirm@gmail.com